Cahaya di Sebalik Rahasia Hati
Pernahkah pada sebuah keheningan malam, kita mencoba menyelam ke dasar hati, menyelam sedalam-dalamnya? Apakah kita menemukan sesuatu yang mirip dengan duri atau menemukan ada sebuah penjara di sana?
caturcatriks.blogspot.com mengatakan tentang rahasia hati:
Ketika Tuhan akan menyimpan sebuah rahasia untuk manusia, para Malaikat mengusulkan untuk menyimpannya di puncak gunung, di dasar laut, atau di manapun yang sulit dijangkau. Namun Tuhan berkata tidak. Akhirnya ditentukan, bahwa tempat yang rahasia paling rahasia adalah di: Hati. Di sekeping daging merah inilah manusia menyimpan rahasia ruang dan waktu sepenggal hidupnya.
Manusia bisa tersenyum di saat hatinya luka.
Menangis di saat hati sedang berbunga.
Orang yang berkelana diberi kata hati-hati.
Orang yang tidak pernah mau mendengar diberi nama manusia yang berhati batu.
Manusia yang degil adalah manusia yang tak punya hati.
Sedang yang paling beruntung adalah manusia yang mempunyai kebersihan hati dan kebeningan ini terpancar hingga ke aura wajah yang meneduhkan, di mana manusia lain merasa damai kala di dekatnya, di mana orang-orang ingat Tuhan dengan melihat wajahnya.
Pernahkah pada sebuah keheningan malam, kita mencoba menyelam ke dasar hati, menyelam sedalam-dalamnya? Apakah kita menemukan sesuatu yang mirip dengan duri atau menemukan ada sebuah penjara di sana?
Terkadang kita terluka oleh sebuah perlakuan orang yang membuat kita jatuh. Dan kita membiarkan sakit hati ini terus bersemayam, di mana kita tidak merasa nyaman setiap kali kita bertemu dengan orang tersebut. Ketika kita melihat orang itu tertawa dan gembira, kita malah merasa iri dan berharap semoga dia segera mendapatkan hal yang buruk. Dan ketika hal itu benar-benar terjadi, kita malah mensyukurinya. Ya, akuilah dengan jujur, kita pernah merasakan dan ini sangat manusiawi. Ibarat perang dingin, inilah yang disebut sebagai dendam terselubung. Memang waktu akan menyembuhkan, tapi berapa lama?
Ada pemuda mencintai seorang gadis. Ia benar-benar serius dengan perasaan ini. Ketika ia mengutarakan, ternyata telah ada pemuda yang telah mendahuluinya. Dan akhirnya ia membiarkan gadis itu dipinang oleh pemuda lain. Apakah urusan ini selesai? Sayang, ternyata tidak. Si pemuda masih menyimpan cinta pada wanita yang kini telah menjadi istri orang lain. Malah ia berharap, si wanita segera menjadi janda agar ia bisa memilikinya. Ini sering terjadi. Dan inilah yang dinamakan sebuah penjara. Bila harapan si pemuda tidak terjadi, mungkin waktu juga yang akan menyembuhkan. Tapi, sampai berapa lama?
Di saat kita jatuh atau terluka karena orang lain, terkadang susah bagi kita untuk mendamaikan hati. Jika pikiran kita bisa menerima dengan hitung-hitungan akal, maka hati tidak bisa dikalkulasi. Si lemah hati akan membiarkan hatinya terus terpuruk. Si gelap hati akan mendendam rasa dan tidak pernah memaafkan..
Sedang yang beruntung adalah ketika ia diberi cobaan, ia ridha, ikhlas, dan ia segera berusaha untuk sabar dan merelakan segala sesuatu yang memang tidak seharusnya menjadi miliknya. Lebih jauh, ia tetap masih bisa mensyukuri, bahwa apa pun yang tidak berpihak kepadanya adalah jalan yang terbaik saat itu.Karena boleh jadi, apa yang menurut kita baik ternyata buruk, dan sebaliknya.
Yang Maha Merencanakan mengetahui, sedang kita tidak.
Hati adalah kita yang memilikinya. Ia ada di dalam dada ini dan di dalam hati ini jua nurani kita tersimpan. Namun kita sering melakukan perbuatan yang kita sendiri tahu itu salah. Kita ingkari nurani.
Hari ini kita senang terhadap sesuatu, boleh jadi esok kita akan sangat menyesal karena kemarin kenapa kita menyukainya. Maha Besar Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan hati kita.
Sebelum membaca seterusnya, mari kita renungi sejenak
Cahaya Hati
Hati siaftnya seperti yang diisyaratkan oleh kata padanannya, ”kalbu”. Kalbu berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kerja qalaba yang artinya ”membalik”—berpotensi untuk berbolak-balik; yaitu di satu saat merasa senang, di saat lain merasa susah; suatu kali mau menerima dan suatu kali menolak. Memang, hati tidak konsisten, kecuali yang mendapat bimbingan Nur, cahaya Ilahi.
Adapun hal-hal yang berasal dari ”kata hati”, hasilnya tidaklah selalu benar. Karena, mengikuti hadis Nabi saw., kadang-kadang ia merupakan lammah malakiyah (bisikan malaikat), dan kadang merupakan lammah syaithaniyah (bisikan setan)—yaitu saat setan memperdaya hati. Bahkan, menurut Prof Dr Quraisy Shihab, boleh jadi ”kata hati” kadang juga merupakan bisikan nafsu.
Bisikan yang datang dari setan, biasanya mengajak manusia untuk memenuhi panggilan syahwat, perut, seks, atau ambisi dalam berbagai ragamnya. Bisikan yang datang dari nafsu biasanya enggan berhenti sebelum keinginannya terpenuhi, dan tidak pernah merasa puas kecuali meraih apa yang diinginkannya itu. Bahkan kadang juga tidak merasa puas meskipun yang diinginkannya itu ditukar dengan sesuatu yang lain yang memiliki nilai lebih ketimbang yang pertama. Sementara itu, bisikan setan, bila gagal merayu di satu bidang, ia beralih ke bidang lain, karena tujuannya adalah menjerumuskan manusia ke jurang mana pun ia terjatuh.
Adapun bisikan yang datang dari Malaikat itulah ilham yang dipancarkan Tuhan guna menerangi jalan manusia. Salah satu tanda bahwa bisikan itu ilham adalah persesuaiannya dengan Kitab Suci al-Qur’an atau Sunnah Nabi Saw.
Kalbu yang disinari oleh lentera Ilahi ini memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi akal, dan sifat terangnya pun berbeda. Terangnya akal bersumber dari analisis informasi pancaindera yang bersifat material. Karena itu, cahayanya tidak jarang gagal menembus kegelapan; sulita baginya menyingkap yang tersirat dari yang tersurat, bahkan akal itu tidak mampu menembus alam metafisika.Kalau daya akal diibaratkan dengan kemampuan berenang, maka pada saat ombak dan gelombang membahana, yang pandai berenang dan yang tidak bisa berenang tidak ada bedanya. Ketika itu yang dibutuhkan kedua-duanya adalah pelampung.
Syukurlah Allah Swt menganugerahi kita potensi lain di samping pitensi jasmani dan akal, yakni ”kalbu”. Dengan kalbu ini kita dapat berimajinasi, merasakan dan mengekspresikan keindahan. Melalui kalbu ini pulalah kita dapat percaya dan berhubungan dengan Tuhan serta menangkap cahaya-Nya.
Seringkali cahaya hidayah itu datang secara tiba-tiba, tanpa disertai analisis, bahkan kadang tidak terpikirkan sebelumnya. Kedatangannya bagaikan kilat baik dalam sinar maupun kecepatannya, sehingga manusia tak dapat menolak kehadirannya, tapi tak juga dapat mengundangnya. Potensi untu meraih cahaya Ilahi ini ada di dalam diri setiap insan, walaupun peringkat dan kekuatannya berbeda-beda. Ada yang sedemikian kuat sehingga tak ubahnya seperti informasi yang didapat oleh indera: ia begitu meyakinkannya sehingga melebihi keyakinan terbitnya matahari dari sebelah Timur. Tetapi, ada juga yyang begitu lemah sehingga tidak dapat dirasakan oleh yang menerimanya, atau bahkan tidak diakui kehadirannya.
Itulah gelombang cahaya hati yang dipancarkan oleh Allah. Dan itulah nurani, intuisi, atau—dalam bahasa tasawuf disebut ilmu laduni.
Gelombang nurani, adalah rahasia yang dititipkan Tuhan ke dalam hati yang paling dalam. Nurani bahasa Arabnya ”an-nuuraaniy”, artinya sejenis cahaya. Cahaya apa? Ialah cahaya kehidupan, Cahaya Ilahi yang amat terpuji. Dialah sinar Tuhan yang boleh membuat dada kita menjadi terang-benderang bagaikan bumi diterangi oleh matahari di siang hari. Sedangkan ketiadaannya membuat ruang di dada kita menjadi gelap gulita bagaikan malam tanpa bintang.
Cahaya itu walaupun abstrak sebenarnya tidak pernah hilang, ia selalu ada dalam hati kita. Hati adalah kita yang memilikinya. Ia ada di dalam dada ini dan di dalam hati ini jua nurani kita tersimpan. Namun kita sering melakukan perbuatan yang kita sendiri tahu itu salah, tapi kita ingkari nurani. Kita telah luput karena tidak dapat menangkap gelombang cahaya nurani.
Di dalam hati yang suci, gelombang cahaya nurani berkilauan begitu indah, amat indah, karena terpancar dari sumbernya yang Maha Indah, yaitu al-Haqq. Tuhan yang Maha Benar telah nampak oleh mata hati. Di sini nurani dapat menjadi sumber kebenaran yang sekaligus mengalahkan akal dan fikiran.
Mata hati nurani dapat melihat apa yang sangat jauh dan yang sangat dekat sekalipun, tidak ada beda antara kedua-duanya. Dengan sekejap, mata hati dapat naik ke langit yang paling tinggi, dan sekejap turun kembali ke perut bumi. Mata hati itu tidak tertakluk kepada tanggapan atau idea "jauh" dan "dekat", yang mana kedua-dua idea itu terpakai dalam alam kebendaan saja.
Mata hati dengan pelbagai keunggulan yang dimilikinya dalam tasawuf al-Ghazali diberi gelar "akal", sedang akal adalah cahaya (Nur). Pernyataan ini juga terdapat dalam penjelasan al-Raniri tentang rahsia manusia dalam menyingkap ruh Ilahi dalam kitab Asrar al-Insan fi ma'rifah ar-Ruh wa al-Rahman. Kata al-Raniri, cahaya, nur itu disebut al-aql karena dialah yang menerima petunjuk. Di sini nurani ada kemiripan dengan intuisi dalam epistemologi filsafat Barat, tetapi tidak sama. Wallah a’lam.
caturcatriks.blogspot.com mengatakan tentang rahasia hati:
Ketika Tuhan akan menyimpan sebuah rahasia untuk manusia, para Malaikat mengusulkan untuk menyimpannya di puncak gunung, di dasar laut, atau di manapun yang sulit dijangkau. Namun Tuhan berkata tidak. Akhirnya ditentukan, bahwa tempat yang rahasia paling rahasia adalah di: Hati. Di sekeping daging merah inilah manusia menyimpan rahasia ruang dan waktu sepenggal hidupnya.
Manusia bisa tersenyum di saat hatinya luka.
Menangis di saat hati sedang berbunga.
Orang yang berkelana diberi kata hati-hati.
Orang yang tidak pernah mau mendengar diberi nama manusia yang berhati batu.
Manusia yang degil adalah manusia yang tak punya hati.
Sedang yang paling beruntung adalah manusia yang mempunyai kebersihan hati dan kebeningan ini terpancar hingga ke aura wajah yang meneduhkan, di mana manusia lain merasa damai kala di dekatnya, di mana orang-orang ingat Tuhan dengan melihat wajahnya.
Pernahkah pada sebuah keheningan malam, kita mencoba menyelam ke dasar hati, menyelam sedalam-dalamnya? Apakah kita menemukan sesuatu yang mirip dengan duri atau menemukan ada sebuah penjara di sana?
Terkadang kita terluka oleh sebuah perlakuan orang yang membuat kita jatuh. Dan kita membiarkan sakit hati ini terus bersemayam, di mana kita tidak merasa nyaman setiap kali kita bertemu dengan orang tersebut. Ketika kita melihat orang itu tertawa dan gembira, kita malah merasa iri dan berharap semoga dia segera mendapatkan hal yang buruk. Dan ketika hal itu benar-benar terjadi, kita malah mensyukurinya. Ya, akuilah dengan jujur, kita pernah merasakan dan ini sangat manusiawi. Ibarat perang dingin, inilah yang disebut sebagai dendam terselubung. Memang waktu akan menyembuhkan, tapi berapa lama?
Ada pemuda mencintai seorang gadis. Ia benar-benar serius dengan perasaan ini. Ketika ia mengutarakan, ternyata telah ada pemuda yang telah mendahuluinya. Dan akhirnya ia membiarkan gadis itu dipinang oleh pemuda lain. Apakah urusan ini selesai? Sayang, ternyata tidak. Si pemuda masih menyimpan cinta pada wanita yang kini telah menjadi istri orang lain. Malah ia berharap, si wanita segera menjadi janda agar ia bisa memilikinya. Ini sering terjadi. Dan inilah yang dinamakan sebuah penjara. Bila harapan si pemuda tidak terjadi, mungkin waktu juga yang akan menyembuhkan. Tapi, sampai berapa lama?
Di saat kita jatuh atau terluka karena orang lain, terkadang susah bagi kita untuk mendamaikan hati. Jika pikiran kita bisa menerima dengan hitung-hitungan akal, maka hati tidak bisa dikalkulasi. Si lemah hati akan membiarkan hatinya terus terpuruk. Si gelap hati akan mendendam rasa dan tidak pernah memaafkan..
Sedang yang beruntung adalah ketika ia diberi cobaan, ia ridha, ikhlas, dan ia segera berusaha untuk sabar dan merelakan segala sesuatu yang memang tidak seharusnya menjadi miliknya. Lebih jauh, ia tetap masih bisa mensyukuri, bahwa apa pun yang tidak berpihak kepadanya adalah jalan yang terbaik saat itu.Karena boleh jadi, apa yang menurut kita baik ternyata buruk, dan sebaliknya.
Yang Maha Merencanakan mengetahui, sedang kita tidak.
Hati adalah kita yang memilikinya. Ia ada di dalam dada ini dan di dalam hati ini jua nurani kita tersimpan. Namun kita sering melakukan perbuatan yang kita sendiri tahu itu salah. Kita ingkari nurani.
Hari ini kita senang terhadap sesuatu, boleh jadi esok kita akan sangat menyesal karena kemarin kenapa kita menyukainya. Maha Besar Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan hati kita.
Sebelum membaca seterusnya, mari kita renungi sejenak
Cahaya Hati
Hati siaftnya seperti yang diisyaratkan oleh kata padanannya, ”kalbu”. Kalbu berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kerja qalaba yang artinya ”membalik”—berpotensi untuk berbolak-balik; yaitu di satu saat merasa senang, di saat lain merasa susah; suatu kali mau menerima dan suatu kali menolak. Memang, hati tidak konsisten, kecuali yang mendapat bimbingan Nur, cahaya Ilahi.
Adapun hal-hal yang berasal dari ”kata hati”, hasilnya tidaklah selalu benar. Karena, mengikuti hadis Nabi saw., kadang-kadang ia merupakan lammah malakiyah (bisikan malaikat), dan kadang merupakan lammah syaithaniyah (bisikan setan)—yaitu saat setan memperdaya hati. Bahkan, menurut Prof Dr Quraisy Shihab, boleh jadi ”kata hati” kadang juga merupakan bisikan nafsu.
Bisikan yang datang dari setan, biasanya mengajak manusia untuk memenuhi panggilan syahwat, perut, seks, atau ambisi dalam berbagai ragamnya. Bisikan yang datang dari nafsu biasanya enggan berhenti sebelum keinginannya terpenuhi, dan tidak pernah merasa puas kecuali meraih apa yang diinginkannya itu. Bahkan kadang juga tidak merasa puas meskipun yang diinginkannya itu ditukar dengan sesuatu yang lain yang memiliki nilai lebih ketimbang yang pertama. Sementara itu, bisikan setan, bila gagal merayu di satu bidang, ia beralih ke bidang lain, karena tujuannya adalah menjerumuskan manusia ke jurang mana pun ia terjatuh.
Adapun bisikan yang datang dari Malaikat itulah ilham yang dipancarkan Tuhan guna menerangi jalan manusia. Salah satu tanda bahwa bisikan itu ilham adalah persesuaiannya dengan Kitab Suci al-Qur’an atau Sunnah Nabi Saw.
Kalbu yang disinari oleh lentera Ilahi ini memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi akal, dan sifat terangnya pun berbeda. Terangnya akal bersumber dari analisis informasi pancaindera yang bersifat material. Karena itu, cahayanya tidak jarang gagal menembus kegelapan; sulita baginya menyingkap yang tersirat dari yang tersurat, bahkan akal itu tidak mampu menembus alam metafisika.Kalau daya akal diibaratkan dengan kemampuan berenang, maka pada saat ombak dan gelombang membahana, yang pandai berenang dan yang tidak bisa berenang tidak ada bedanya. Ketika itu yang dibutuhkan kedua-duanya adalah pelampung.
Syukurlah Allah Swt menganugerahi kita potensi lain di samping pitensi jasmani dan akal, yakni ”kalbu”. Dengan kalbu ini kita dapat berimajinasi, merasakan dan mengekspresikan keindahan. Melalui kalbu ini pulalah kita dapat percaya dan berhubungan dengan Tuhan serta menangkap cahaya-Nya.
Seringkali cahaya hidayah itu datang secara tiba-tiba, tanpa disertai analisis, bahkan kadang tidak terpikirkan sebelumnya. Kedatangannya bagaikan kilat baik dalam sinar maupun kecepatannya, sehingga manusia tak dapat menolak kehadirannya, tapi tak juga dapat mengundangnya. Potensi untu meraih cahaya Ilahi ini ada di dalam diri setiap insan, walaupun peringkat dan kekuatannya berbeda-beda. Ada yang sedemikian kuat sehingga tak ubahnya seperti informasi yang didapat oleh indera: ia begitu meyakinkannya sehingga melebihi keyakinan terbitnya matahari dari sebelah Timur. Tetapi, ada juga yyang begitu lemah sehingga tidak dapat dirasakan oleh yang menerimanya, atau bahkan tidak diakui kehadirannya.
Itulah gelombang cahaya hati yang dipancarkan oleh Allah. Dan itulah nurani, intuisi, atau—dalam bahasa tasawuf disebut ilmu laduni.
Gelombang nurani, adalah rahasia yang dititipkan Tuhan ke dalam hati yang paling dalam. Nurani bahasa Arabnya ”an-nuuraaniy”, artinya sejenis cahaya. Cahaya apa? Ialah cahaya kehidupan, Cahaya Ilahi yang amat terpuji. Dialah sinar Tuhan yang boleh membuat dada kita menjadi terang-benderang bagaikan bumi diterangi oleh matahari di siang hari. Sedangkan ketiadaannya membuat ruang di dada kita menjadi gelap gulita bagaikan malam tanpa bintang.
Cahaya itu walaupun abstrak sebenarnya tidak pernah hilang, ia selalu ada dalam hati kita. Hati adalah kita yang memilikinya. Ia ada di dalam dada ini dan di dalam hati ini jua nurani kita tersimpan. Namun kita sering melakukan perbuatan yang kita sendiri tahu itu salah, tapi kita ingkari nurani. Kita telah luput karena tidak dapat menangkap gelombang cahaya nurani.
Di dalam hati yang suci, gelombang cahaya nurani berkilauan begitu indah, amat indah, karena terpancar dari sumbernya yang Maha Indah, yaitu al-Haqq. Tuhan yang Maha Benar telah nampak oleh mata hati. Di sini nurani dapat menjadi sumber kebenaran yang sekaligus mengalahkan akal dan fikiran.
Mata hati nurani dapat melihat apa yang sangat jauh dan yang sangat dekat sekalipun, tidak ada beda antara kedua-duanya. Dengan sekejap, mata hati dapat naik ke langit yang paling tinggi, dan sekejap turun kembali ke perut bumi. Mata hati itu tidak tertakluk kepada tanggapan atau idea "jauh" dan "dekat", yang mana kedua-dua idea itu terpakai dalam alam kebendaan saja.
Mata hati dengan pelbagai keunggulan yang dimilikinya dalam tasawuf al-Ghazali diberi gelar "akal", sedang akal adalah cahaya (Nur). Pernyataan ini juga terdapat dalam penjelasan al-Raniri tentang rahsia manusia dalam menyingkap ruh Ilahi dalam kitab Asrar al-Insan fi ma'rifah ar-Ruh wa al-Rahman. Kata al-Raniri, cahaya, nur itu disebut al-aql karena dialah yang menerima petunjuk. Di sini nurani ada kemiripan dengan intuisi dalam epistemologi filsafat Barat, tetapi tidak sama. Wallah a’lam.
Comments
Post a Comment
TERIMAKASIH ANDA ANDA TELAH BUAT KOMENTAR DI SINI