Posts

Showing posts from January 11, 2009

Ittihad: Ajaran Tasawuf Falsafi Abu Yazid

Abu Yazid yang nama lengkapnya Taifur bin Sarushan dilahirkan di kota Bistam, Iran Utara pada tahun 180 H/804 M dan wafat pada tahun 261 H/875 M di kota Bistam dan dikuburkan di kota itu juga. Kakeknya menganut agama Zoroaster (Majusi) dan kedua orang tuanya menganut agama Islam dan menjadi penganut yang saleh dan wara’. Semenjak kecil Abu Yazid sebagai anak orang muslim mendalami al-Qur’an dan Hadis dan belajar fikih mazhab Hanafi. Kemudian menjelang usia dewasa ia belajar tasawuf dengan seorang mistikus yang bernama Ali al-Sindi yang berasal dari India yang tidak mengerti bahasa Arab. Karena itu, tidaklah heran kalau Abu yazid sangat terpengaruh dengan filsafat agama Hindu melalui gurunya. Kalau diperhatikan dari ucapan-ucapannya, bahwa ia sangat memperhatikan syariat dn keteladanan Nabi. Dalam salah satu kesempatan ia berkata: Kalau kau melihat orang yang mampu melakukan pekerjaan keramat seperti duduk di udara maka jangan kau terpedaya olehnya. Perhatikan apakah ia melaksanakan sur...

Tasawuf Falsafi

Kalau pada abad ketiga hijriyah penelitian ajaran tasawuf berkisar pada bidang ilmu jiwa dan akhlak, tetapi sesudah memasuki abad keempat hijriyah penelitian dikembangkan dengan meneliti ajaran-ajaran agama lain dan ajaran filsafat khususnya filsafat Neo Platonisme yang mungkin dapat dipergunakan untuk membuka hijab yang memisahkan antara hidup lahiriyah dan batiniyah dan mencari rahasia yang tersembunyi di balik tabir. Karena itu ilmu-ilmu baru lahir yang belum pernah dikenal sebelumnya dalam dunia tasawuf, yang merupakan sinkritisme (perpaduan) antara ajaran tasawuf dengan filsafat yang dinamakan “Tasawuf Falsafi”. Tujuan filsafat tasawuf bukan hanya ingin mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah tetapi berusaha untuk bersatu (ittihad) jiwa dengan Allah (enter into direct touch with God). Menurut penelitian, yang menyebabkan munculnya filsafat tasawuf adalah disebabkan adanya perkembangan ilmu pengetahuan melalui terjemahan. Pada abad itu kegiatan penerjemahan buku asing, baik dari b...

Al-Muhasibi dan Zun Nun al-Misri dalam Sejarah Ilmu Tasawuf

Al-Muhasibi sebagai ulama yang cukup lama berkecimpung dalam ilmu hadis dan fikih maka tasawufnya yang dikembangkannya adalah tasawuf yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadis dan tidak melanggar batas-batas syariat. Dan juga ia menaruh perhatian besar terhadap ilmu kalam, maka tasawufnya sangat menghargai akal. Ia sangat meyakini peranan hadis “Allah tidak akan menerima shalat, puasa, haji, umrah, sedekah, jihad, dan berbagai amal kebajikan yang diucapkan dari seseorang yang tidak memahaminya”. Allah berkata kepada akal: Demi kemuaan-Ku dan keagungan-Ku, tidak ada makhluk yang Ku ciptakan yang lebih mulia dan lebih Ku-cintai darimu. Karena dengan Aku dikenal, disembah, dan dipuja, serta denganmu Aku memberi, menghukum, dan membagimu pahala”. Sejalan dengan itu ia berkata: setiap zahid, tingkat kezuhudannya bergantung pada tingkat pengetahuannya, tingkatan pengetahuannya bergantung pada kadar akalnya, dan kadar akalnya bergantung pada kadar imannya”. Al-Muhasibi menulis karya tulis sebanya...

Makruf al-Karkhi dalam Sejarah Ilmu Tasawuf

Ma’ruf al-Karkhi sesufi yang tinggal di kota Bagdad. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan jelas dan hanya diketahui tahun wafatnya pada tahun 200 H./815 M. Kalau dilihat dari namanya ia berasal dari Karkh yang menurut sebagian pakar sejarah merupakan bagian dari kota Bagdad dan menurut sebagian lagi Karkh berada di luar kota Bagdad di sebelah Timur. Menurut pakar sejarah, kedua orang tuanya memeluk agama Kristen dan menurut yang lain menganut agama Sabiah. Diriwayatkan katika Ma’ruf al-Karkhi pada usia meningkat remaja ia sangat menentang ajaran gurunya yang mengatakan bahwa Allah merupakan salah satu oknum Tuham. Ma’ruf al-Karkhi menentang pendapat ini katanya Tuhan hanya satu. Karena pendapatnya yang berbeda dengan pendapat gurunya, ia dipukul oleh gurunya dan ia melarikan diri dan bersembunyi. Karena kedua orang tuanya telah kehilangan anak yang dicintainya dan mengharap kepulangan anaknya dan orang tuanya berjanji kalau anaknya mau pulang agama apa saja yang dipeluk anaknya di...

Rabiatu al-Adawiyah dalam Sejarah Ilmu Tasawuf

Rabiatul Adawiyah sebagai seorang yang hidup saleh dan zahid sepanjang harinya ia berpuasa dan mengerjakan shalat sunat sebanyak 1000 rakaat. Al-Manawi menulis di dalam bukunya “Al-Kawakibu al-Durriyah” mengatakan bahwa Rabiatul Adawiyah mengerjakan shalat sunat sebanyak 1000 rakaat dalam sehari semalam. Orang bertanya: apa yang kau inginkan dengan shalatmu itu? Katanya: Aku tidak menginginkan pahala, tetapi kukerjakan agar Rasulullah bergembira pada hari kiamat nanti berkata kepada para nabi bahwa aku adalah seorang wanita dari umatnya, lihatlah ibadahnya.” Sebagai seorang yang zahid (yang tak tertarik pada harta dan kesenangan duniawi) ia tidak pernah meminta tolong kepada orang lain ketika ia ditanya mengapa ia bersikap demikian ia menjawab: aku malu meminta sesuatu pada Dia yang memilikinya, apalagi kepada orang yang bukan pemilik sesuatu itu. Allah telah memberikan rezeki kepadaku dan kepada orang kaya. Apakah Dia yang memberi rezeki kepada orang kaya, tidak memberi rezeki kepada ...

Hasan Basri dalam Sejarah Ilmu Tasawuf

Hasan Basri (21-110 H./642-728 M.) yang nama lengkapnya Abu Sa’id Hasan Basri adalah seorang yang terkemuka di kalangan tabi’in. Ia sangat terkenal di bidang ilmu tauhid, ilmu fikih, bahkan dalam bidang ilmu tasawuf namanya sangat dikenal. Kelebihan ini diperolehnya karena ia langsung bertemu dengan tiga ratus orang sahabat dan tujuh puluh orang sahabat yang ikut dalam pertempuran Badar, dan langsung menimba ilmu pengetahuan agama dari Abu Zar al-Gifari dan Huzaifah bin Yaman. Ayahnya bernama Yasar salah seorang perajurit Kerajaan Persia yang ditawan yang berasal dari Maisan dan dibawa ke Medinah, yang kemudian memeluk Islam dan menjadi maula (anggota keluarga) Zaid bin Tsabit. Ia dikawinkan dengan seorang wanita maula Umu Salmah yang bernama Khairah. Dari perkawinan ini lahirlah Hasan Basri yang dilahirkan di Medinah pada tahun 21 H./642 M. Dalam usia belasan tahun ia berada di Mekah kemudian dibawa oleh ayahnya berpindah ke Basrah. Di kota itu ayahnya membuka usaha dagang sehingga me...