Kembali kepada Fitrah
Ruh manusia berasal dari Zat yang Maha Suci, ruh adalah suci tetapi dia menjadi kotor karena manusia banyak melakukan angkara dan dosa.
Seluruh ajaran Islam dimaksudkan untuk mengembalikan dan menjaga kesucian ruh manusia: yakni, menampilkan kembali sifat kemanusiaan mereka. Kalimat syahadat mensucikan akidah manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan, menafikan segala pengabdian kepada selain Allah. Shalat mensucikan jiwa dengan selalu mengingat Allah, "tegakkan shalat untuk mengingat-Ku", firman Allah. Shaum mensucikan ruhani kita dengan mengendalikan hawa nafsu dan menundukkannya pada perintah Allah. Zakat mensucikan harta kita dengan memberikan sebagian kelebihan harta kita buat membantu sesama manusia. Haji mensucikan kehidupan manusia dengan mengarahkan seluruh perjalanan hidupnya menuju Allah Swt agar bergerak berputar di sekitar Rumah Allah.
Segala puji bagi Allah SWT Dzat yang telah menunjuki kita dengan iman. Kita bersaksi bahwa tiada Rabb yang patut disembah selain Allah Swt, Dzat yang Maha Agung dan Maha Mulya, yang keagungan dan kemulyaannya tidak akan sirna meski seluruh manusia durhaka kepada-Nya. Kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah, suri teladan bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada beliau saw, kepada keluarga, kerabat dan shahabat beliau, serta kaum Muslimin yang secara konsisten dan konsekuen menjalankan dan mendakwahkan ajarannya hingga hari kiamat. Amiin.
Bulan Ramadhan baru saja berlalu. Saat ini kaum muslimin berbahagia dengan mengucapkan kalimat takbir, tahlil dan tahmid serentak sebagai ungkapan syukur kita kepada Allah SWT. Namun ada juga rasa sedih di hati kita. Sebab bulan Ramadhan yang penuh barakah, rahmat, ampunan dari Allah baru saja berlalu. Kita tidak tahu, apakah tahun depan kita masih bisa merasakan nikmat Ramadhan. Bulan dimana Allah memberikan kesempatan pada kita untuk memperbaiki diri. Bulan dimana Allah swt memberikan banyak kasih sayang-Nya kepada kaum muslim. Bulan dimana Allah Swt menjanjikan kepada kita, bagi orang-orang yang shaum, ampunan. Ampunan terhadap dosa-dosa kita sebelumnya. Bahkan Allah menghapus dosa kita hingga bersih seperti manusia yang baru dilahirkan.
Tentu saja untuk memperoleh ampunan Allah bukannya tanpa perjuangan. Ampunan Allah itu hanya diberikan kepada orang-orang yang shaum karena dorongan iman dan kesungguhan hati. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ اْحتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan landasan iman dan berniat ikhlas (bersungguh-sungguh mengharapkan ridla dan pahala Allah) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Ahmad).
Tidaklah mengherankan kalau kita melihat, untuk mendapatkan pahala shaum yang sesungguhnya Allah Swt dan Rasulnya sering mengkaitkan dengan perkara yang lain seperti memperbanyak membaca al-Qur'an, shadaqoh, membantu orang-orang miskin. Bahkan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabat berjihad di bulan Ramadhan, meskipun dalam keadaan sulit. Bukankah perang Badar yang dimenangkan kaum muslim terjadi di bulan Ramadhan pada tahun kedua Hijriyah? Penaklukan Mekkah (Fathu Makkah) juga terjadi di bulan Ramadhan. Kemenangan Shalahuddin Al Ayyubi atas pasukan perang Salib, penaklukan Spanyol oleh Thariq bin Ziyad juga terjadi di bulan Ramadhan.
Oleh sebab, Islam adalah agama yang kaffah (menyeluruh), ajaran Islam tidak bisa dipenggal-penggal. Tapi wajib diterima dan diamalkan secara utuh. Tidaklah cukup kesholehan didapat hanya dengan melaksanakan ibadah ritual seperti shaum atau sholat saja.Tapi kesholehan hanya didapat tatkala seorang muslim tunduk pada seluruh aturan-aturan Allah yang diturunkan kepada manusia secara totalitas dan menyeluruh.
Ramadhan telah berlalu. Ada pertanyaan penting yang perlu kita tanyakan kepada diri kita. Apakah shaum kita telah berhasil ? Apa ukuran keberhasilannya?. Apakah cukup dengan selesainya kita membaca al-Qur'an 30 Juz? Atau malam-malam kita yang kita isi dengan sholat tarawih dan memperbanyak doa? Apakah benar kita telah meraih kemenangan?
Pada hari raya Idul fitri, kita penuhi langit dengan gemuruh takbir, kita sampaikan rasa syukur kepada pencipta langit dan bumi, Dialah yang menggelarkan kita di dunia; kemudian menghantarkan kita kepada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kita sadar betul bahwa tidak selalu di antara kita, saudara, sahabat, dan keluarga dapat berkumpul bersama-sama; sebagian karena berada di perantauan, sebagaian karena sakit, dan sebagian lagi karena telah mendahului kita ke alam baka.
Kita ungkapkan rasa syukur kita dengan membesarkan Allah dan merendahkan diri kita di hadapan-Nya. Dalam shalat, kita ratakan dahi kita di atas tanah seraya mengucapkan sembah kita: subhana rabbiyal a’la wa bihamdih. Kita akui kerendahan, kelemahan, dan kekecilan diri kita. Kita sadari ketinggian, kekuasaan, dan kebesaran Rabbul ‘Alamin. Dia lah yang sewaktu-waktu yang dapat mengambil nyawa dari ubun-ubun kita, memisahkan kita dari keluarga, harta, jabatan, atau apa pun yang kita cintai. Dia juga yang setiap saat melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, melindungi, merawat, dan menjaga kita. Karena kesibukan, karena kecintaan kepada dunia, atau karena kelelahan mempertahankan hidup, betapa seringnya kita melupakan Dia. Betapa sering kita besarkan diri kita sehingga kita lupakan kebesaran dan kekuasaan Dia. Karena kita melupakan Dia, kita pun melupakan diri kita sendiri.
Kita menjadi bintang. Kita tidak lagi memiliki rasa kemanusiaan. Seperti harimau, kita selalu siap memakan orang lain. Bila kita pedagang, kita bangga kalau bisa menyauk keuntungan dengan menipu, memerdayakan, atau menjatuhkan orang lain. Bila kita atasan, kita bahagia bila bisa merampas hak bawahan, memungut hasil keringat mereka, atau menakut-nakuti mereka supaya berkorban demi kesenangan kita. Bila kita hanya pegawai kecil, kita tidak ragu-ragu mengorbankan iman kita demi sesuap nasi.
Benarlah firman Allah, "Janganlah kamu menjadi orang-orang yang melupakan Allah kemudan Allah menyebabkan mereka lupa pada diri mereka sendiri" (QS 9: 67). Karena kita lupa kepada Allah, kita juga lupa kepada kemanusiaan kita. Allah sudah melihat hati kita yang sudah gelap karena maksiat, tangan-tangan yang berlumuran dosa, dan tubuh-tubuh kotor yang penuh noda. Pada Idul Fitri, setelah kita membesarkan asma Allah, setelah kita rukuk dan sujud di hadpan-Nya, setelah sebulan kita berpuasa di siang hari dan tarawih di malam hari, kita berharap Allah mensucikan diri kita lagi, mengembalikan kita kepada kemanusiaan kita lagi.
Berbahagialah orang yang mensucikan dirinya dan mengingat nama Tuhannya serta melakukan shalat (QS 87: 14).
Mensucikan Manusia
Seluruh ajaran Islam dimaksudkan untuk mensucikan manusia: yakni, menampilkan kembali sifat kemanusiaan mereka. Kalimat syahadat mensucikan akidah manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan, menafikan segala pengabdian kepada selain Allah. Shalat mensucikan jiwa dengan selalu mengingat Allah, tegakkan shalat untuk mengingat-Ku, firman Allah. Shaum mensucikan ruhani kita dengan mengendalikan hawa nafsu dan menundukkannya pada perintah Allah. Zakat mensucikan harta kita dengan memberikan sebagian kelebihan harta kita buat membantu sesama manusia. Haji mensucikan kehidupan manusia dengan mengarahkan seluruh perjalanan hidupnya menuju Allah Swt agar bergerak berputar di sekitar Rumah Allah.
Karena itu, syahadat kita batal bila kita belum melepaskan diri dari pengabdian kepada sesama manusia, bila kita dengan suka rela menyerahkan diri kita untuk diperbudak, ditindas, dan diperlakukan sewenang-wenang oleh orang lain. Menyerahkan diri kepada kezaliman berarti membantu kezaliman. Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa berjalan bersama orang zalim dan membantunya, padahal ia tahu orang itu zalim, ia telah keluar dari Islam” (Kanzul Ummal 14: 955).
Begitu pula shalat dan shaum tidak diterima Allah, bila pelakunya tidak dapat menahan diri dari perbuatan fakhsya’ dan munkar. Menurut Rasulullah Saw pada hari akhirat ada orang yang salatnya diantarkan kepada Allah, tetapi dilipat seperti baju yang buruk. Setelah itu shalatnya dibantingkan ke wajahnya. Ketika kepada Rasulullah disampaikan ada perempuan yang selalu puasa di siang hari dan shalat malam di malam hari, tetapi suka menyakiti hati tetangganya, Nabi menunjukkan tempat wanita itu. ”Perempuan itu di neraka!” Nabi juga bersabda: Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang menghidupkan malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja. (HR Ibn Majah). Banyak orang yang berdiri shalat malam tetapi tidak memperoleh apa-apa dari shalat malamnya kecuali terjaga saja” (al-Bihar 96: 289).
Idul fitri artinya kembali kepada fitrah kemanusiaan, yaitu kesucian. Seluruh rangkaian ibadah di bulan Ramadhan, shalat, puasa, zakat, ditambah dengan shalat Id bersama dimaksudkan untuk mengembalikan kemanusiaan kita. Rukun Islam yang lima mengajarkan bahwa kemanusiaan hanya bisa dikembalikan dengan penolakan kepada setiap bentuk penindasan (seperti diungkapkan dengan kalimat syahadat), mengingatkan terus kebesaran Allah (seperti kita lakukan dalam shalat), mengendalikan hawa nafsu (seperti nampak pada ibadah puasa), menunjukkan solidaritas sosial kepada sesama manusia (seperti tercermin dalam zakat) dan mengarahkan hidup kita hanya kepada Allah (seperti dilambangkan dalam gerakan haji). Semuanya ini disimpulkan pada Idul Fitri, kembali kepada fitrah kemanusiaan.
Met Idul Fitri 1429 H by ~Kang Kolis dari adeng on deviantART
Terima kasih sudah pasang banner Idul Fitri dari Casello.
ReplyDeleteSelamat Hari raya Idul Fitri 1429 H.
Minal Aidzin Wal Faidzin.
Casello