Nur Muhammad dan Pangestu


Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa konsep Nur Muhammad telah masuk dan mempengaruhi alam pemikiran mistik jawa. Hal ini sebagaimana dapat ditemukan dalam ajaran beberapa aliran kebatinan Jawa, antaranya yang paling popular adalah Pangestu.
Pangestu singkatan dari ”Paguyuban Ngesti Tunggal”, yang bererti ”Persatuan untuk dapat bertunggal”.[1] Didirikan pada tarikh 20 Mei 1949, di Surakarta.[2] Tetapi ajaran Pangestu, seperti yang diuraikan di dalam Serat Sasangka Jati, sudah diwahyukan pada tarikh 14 Februari 1932 kepada R. Soenarto Mertowerdojo di rumahnya, di Widuran, Surakarta.[3] Sabda yang diwahyukan melalui R. Soenarto itu seterusnya dicatat dan dihimpun oleh 2 orang asistennya iaitu Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Sumodihardjo, hingga menjadi Serat Sasangka Jati.[4]
Serat Sasangka Jati ini berbeza dengan Wahyu Sasangka Jati. Menurut Dr. Sumantri Hardjoprakoso, wahyu Sasangka Jati adalah sama dengan Wahyu Ilahi. Wahyu Sasangka Jati tidak berupa apa-apa, tidak sebagai tulisan atau surat yang dapat dibaca oleh awam, tapi wahyu Sasangka Jati adalah suatu derajat kejiwaan yang dicapai dengan susah payah oleh penerimanya dalam waktu yang lama.[5] Derajat kejiwaan ini dapat disebut wahyu, pepadang, Sukma Sejati kesadaran hidup, atau sabda.[6] Jalan untuk mendapatkan wahyu itu terdapat di dalam Serat Sasangka Jati.
Serat Sasangka Jati terdiri dari tujuh bahagian, yaitu Hasta Sila, Paliwara, Gumelaring Dumadi, Tunggal Sabda, Dalan Rahayu, Sangkan Paran, dan Panembah.[7]
Menurut Serat Sasangka Jati, bahawa yang disebut Nur Muhammad dalam tasawuf itu tak lain adalah Suksma Sejati.[8] Suksma Sejati bagi Pangestu adalah daya yang menghidupi seluruh ciptaan yang diutus oleh Tuhan yang bersifat kekal dan bertugas memberi pengajaran dan tuntunan bagi sekalian alam. Hal ini sebagaimana dapat dipahami dari Sabda Pratama bahagian kedua:
Ingsun Suksma Sajati, kang nguripi sagung dumadi, jumeneng ing kabeh sipat urip. Ingsun utusaning Pangeran kang Langgeng, kang dadi panutan, panutan, gurunira kang sejati, iyo guruning jagad”.[9]
Terjemahannya:
”Aku Suksma Sejati yang menghidupi semesta alam seisinya, bertahta di semua sifat Hidup. Aku utusan Tuhan yang abadi, yang menjadi pemimpin, penuntun, Gurumu yang sejati, ialah Guru sekalian umat.”
Suksma Sejati (Nur Muhammad) yang juga disebut sebagai Sang Guru Sejati, adalah faset kedua dari Hidup Pertama, dan disebut Cahaya Allah. Suksma sejati adalah sang perantara antara Tuhan dengan Makhluk. Menurut Pangestu, manusia tidak mungkin dapat sendirian menghampiri Tuhan, kerana sukar sekali. Manusia memerlukan guru, perantara, yang akan dapat menunjukkan kepadanya jalannya dan akan memimpinnya pada jalan kembali kepada Tuhan. [10]
Menurut Pangestu, manusia yang berupaya dengan dirinya sendiri untuk menghampiri Tuhan, diibaratkan seekor kelelawar yang terbang pada waktu siang hari, lalu mati kerana disilaukan oleh sinar matahari.[11] Nur Muhammad itu menurut Pangestu seperti bulan yang menerima sinar matahari (Tuhan) yang terangnya tidak menyilaukan kelelawar di malam hari. Oleh itu, penting bagi manusia untuk senantiasa dapat bersatu dengan Nur Muhammad (suksma sejati) agar supaya dapat mengahadap Singgasana Tuhan.[12]
Suksma Sejati disebut Nur Muhammad atau Cahaya Muhammad,[13] sebab menurut Pangestu, Nur Muhammad adalah sama dengan Nur Zat Allah atau Cahaya Hakikat Allah, yang tak dapat dikatakan seperti apa. Ia adalah utusan Allah yang sejati.[14] Selanjutnya, Sasangka Jati juga mengatakan bahawa Nur Muhammad itulah yang disebut Kristus di dalam agama Kristian atau Sang Putera.[15]
Ada juga suatu pernyataan di dalam Sasangka Jati yang menyebutkan bahawa Hakikat Yesus (sejatining Yesus) adalah Hakikat Muhammad (sejatining Muhammad), iaitu sebutan yang lain lagi dari Nur Muhammad (Hakikat Rasul Allah) dan Kristus (Anak Allah).[16]
Perihal konsepsi tentang Nur Muhammad yang dipahami oleh Pangestu, dapat saja merupakan modifikasi dari konsep Nur Muhammad yang sebelumnya telah diformulasi oleh al-Hallaj, konsep insan al-kamil oleh Ibnu Arabi dan Abd al-Karim al-Jilli. Namun asumsi penulis, bahwa konsep Nur Muhammad yang digagas oleh Pangestu memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan para pendahulunya di dalam tasawuf Islam.
       Berdasarkan paparan yang dikemukakan di atas, maka perlu dikaji lebih jauh tentang Nur Muhammad menurut Pangestu, pertama-tama disebabkan karena Pangestu sebagai salah satu aliran kebatinan memiliki karakteristik pemikiran yang unik, kerana sebagai kebudayaan spiritual ia merupakan eksponen sinkretisme yang secara historis telah berakar dalam sejarah kebudayaan spiritual Indonesia dalam masa yang sangat panjang, ia diperkaya oleh pelbagai unsur kebudayaan spiritual, khususnya tentang pikiran filsafati dari agama yang mendahuluinya, termasuk Islam dan Kristian.
Kedua, pemahaman tentang Nur Muhammad dalam tasawuf misalnya, oleh pangestu disamakan dengan konsep Suksma Sejati dan Kristus dalam Kristian. Hal inilah antara yang menyebabkan Pangestu oleh segelintir orang dianggap sebagai kebatinan yang berafiliasi kepada Kristian.[17] Padahal di sisi lain menurut penulis, pemikiran mistik kebatinan Pangestu bahkan banyak dipengaruhi oleh tasawuf Islam, apalagi kalau melihat terminologi yang dipakainya.
Terakhir, bahawa Pangestu sebagai kebatinan pada intinya adalah mistik atau mistisisme. Ia berpandangan bahawa segala sesuatu itu satu. Manusia dipandang sebagai percikan dari zat Tuhan, yang secara struktural dan fungsional terdiri dari tiga bentuk keadaan yang saling berhubungan dengan erat sekali. Bentuk-bentuk keadaan itu ialah keadaan yang wadag kasar (berjasad kasar), keadaan yang wadag halus (berjasad halus), dan keadaan yang tanpa jasad (immaterial). Keadaan yang terakhir dikatakan sebagai yang mengkomunikasikan manusia dengan Tuhan sehingga ia mampu berada sedekat-dekatnya dengan Tuhan atau bahkan menyatu dengan Tuhan.


[1] Pangestu. 1961. Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Pedoman Olah Rasa (Bawaraos), terbitan Pangestu, Solo, hal. 3.
[2] Ibid., hal. 3.
[3] Dwidjowara I, 2 Juni 1957., hal. 20; Suluh Kesiswaan, terbitan Pangestu, t.t., hal. 31.
[4] Suluh Kesiswaan., hal. 33-38.
[5] Prof. Dr. R. Sumantri Hardjoprakoso. T.th., Pandangan Mengenai Wahyu Sasangka Djati, diterbitkan oleh Pangestu, tnpa tempat, hal. 2.
[6] Ibid., hal. 4.
[7] Sasangka Jati., 1960. diterbitkan oleh Pangestu, tnpa tempat.
[8] Sasangka Jati. Hal. 13, 32, 88, 91. dll
[9] Sabda Pratama. 1988. Jakarta: Paguyuban Ngersti Tunggal (Pangestu). Hal. 1-2.
[10] Ibid., hal. 13, 14.
[11] Bandingkan dengan hadis
الكون كله ظلمة وإنما اناره ظهور الحق فيه فمن رأى الكون ولم يشهده فيه او عنده او قبله او بعده فقد أعوزه وجود الأنوار وحجبت عنه شموس المعارف بسحب الأثار
lihat juga keterangan syekh Ahmad bin Atha’illah. T.th. dalam Al-Hikam. Katanya:
اهتدى الراحلون إليه بأنوار التوجه, والواصلون لهم أنوار المواجهة, فالأولون للأنوار وهؤلآء الأنوار لهم لأنهم لله لا لشيء دونه, قل الله ثم ذرهم فى خوضهم يلعبونز
[12] Ibid. Hal. 14.
[13] Sasangka Jati., hal. 32
[14] Ibid., hal. 88.
[15] Ibid., hal. 88. Bandingkan dengan Tribardono Soemodihardjo. Arti Dwidjara, dalam Dwidjawara, I. Mei 1957., hal. 3.
[16] Ibid., hal. 91.
[17] Penulis tidak setuju dengan asumsi bahawa Pangestu berafiliasi kepada Kristian, tetapi memang benar bahawa antara pelbagai aliran kebatinan Jawa yang ada hanya Pangestu sahaja yang ada mengandungi unsur pikiran filsafati agama kristian, tetapi kadarnya tak sebanding bila dibandingkan dengan pengaruh tasawuf Islam.




Comments

  1. Tulisan anda bagus sebagai Islamolog. Akan lebih bermanfaat lagi jika anda katakan bahwa Pangestu adalah anugrah Tuhan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam yang mencari hakekat Islam itu apa. Maka temukanlah dalam ajaran Pangestu. (I. Iskandar).

    ReplyDelete

Post a Comment

TERIMAKASIH ANDA ANDA TELAH BUAT KOMENTAR DI SINI

Popular posts from this blog

Simbol Alif Lām Lām Hā' dalam Ilmu Shuhud

Menyadari Sir Allah dalam Diri

Mengenal Hakikat Diri Manusia (Bagian II)