Syiah Sunni dalam Perspektif Pengamal Nur Muhammad
jika pengamal Nur Muhammad masih mempertentangkan antara Syi’ah dan Sunni menandakan bahwa dia belum mengerti sepenuhnya apa itu Nur Muhammad karena sesungguhnya sunni syiah atau apapun namanya adalah berasal daripada Allah jua, Allah-nya orang Sunni dan Allah-nya orang Syi’ah, dan sudah pasti Allah-nya Nabi Muhammad Saw.
Dari pada memperdebatkan jalan mana yang paling cepat sampai kepada-Nya lebih baik ikuti jalan Nur Muhammad dan setelah sama-sama sampai di Taman Surga marilah saling senyum dan bertegur sapa, marilah sama-sama melayani-Nya dengan senang hati. Semoga Allah Swt melabuhkan Nur Muhammad ke dalam dada kita semua untuk sentiasa dapat memandang wajah-Nya dari dunia sampai ke akhirat kelak, Amien Ya Rabbal ‘Alamin
Bagi pengamal Nur Muhammad, Tidak penting apa paham keagamaan orang, sama ada syiah maupun sunni, yang penting jumpa Allah
(Artikel diadaptasi dari Sufi Muda dalam ”Syiah Sunni Yang Penting Jumpa Allah” terinspirasi dari "Tasawuf dan Ide Spiritual Lain")
Setelah Abu Bakar dipilih menjadi khalifah, Abu Sufyan datang menghadap Ali bin Abi Thalib ra. Dengan penuh kemarahan ia berkata, ”Mengapa kekhalifahan diserahkan kepada orang yang paling rendah status dalam kabilah Quraisy dan orang yang paling terhina (Abu Bakar ra)”.
Kemudian ia melanjutkan kata-katanya dengan rasa marah, “Demi Allah, jika kamu izinkan, aku akan kumpulkan kuda dan orang-orang untuk memeranginya.”
Akan tetapi Imam Ali kw menjawab, ”Wahai Abu Sufyan, selama ia menjaga Islam dan pemeluknya, maka tidak apa-apa jika ia yang memegang kekhalifahan. Dan aku menilai bahwa Abu Bakar adalah orang yang layak untuk menjadi khalifah”. (lihat Al-Haakim juz 3, hal. 78).
Sungguh luar biasa sikap para sahabat Nabi SAW yang bisa saling menghormati dan tidak gila kekuasaan seperti yang ditunjukkan oleh Imam Ali kw. Sangat berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang merasa menjadi pengikut Beliau, merasa menjadi pembela Ahlul Bait akan tetapi yang tertanam dalam hati hanya kebencian dan dendam berkepanjangan dan diwariskan dari generasi ke generasi sampai hari ini. Kekejaman Muawiyah bin Abu Sufyan beserta Dinasti Umayyah nya terhadap keluarga Nabi menimbulkan kepedihan berkepanjangan dan kemudian tanpa disadari menyebabkan perpecahan dalam ummat Islam.
Para pengamal Nur Muhammad bukanlah orang-orang yang terikut dalam pertentangan tersebut. Teori Nur Muhammad mengajarkan bahwa semua sahabat Nabi itu adalah orang-orang pilihan yang sangat berjasa dalam mengembangkan Agama Islam. Pengamal Nur Muhammad menganggap kedua-dua orang sahabat, Abu Bakar ra dan Ali Bin Abi Thalib kw adalah jalur utama penurunan Nur Muhammad
Dalam Do’a Pusaka yang selalu dibacakan di saat penutupan suluk/’itikaf pengamal Nur Muhammad didalamnya selalu disebutkan 4 wali utama yaitu Syekh Abdul Qadir Jailani dan Syekh Junaidi al-Bahgdadi yang silsilah Nur Muhammad-nya bersambung kepada Imam Ali kw serta Syekh Abu Yazid Al-Bisthami dan Syekh Bahauddin Naqsyabandi yang silsilah Nur Muhammad-nya bersambung kepada Saidina Abu Bakar ra.
Mempertentangkan Syi’ah dan Sunni dalam bingkai pengamal Nur Muhammad merupakan suatu tindakan yang kurang bijaksana karena penghayatan yang benar tentang Nur Muhammad telah melampaui paham-paham syariat yang dikembangkan oleh kedua-dua aliran ini. Boleh jadi seorang pengamal Nur Muhammad yang silsilahnya bersambung kepada Imam Ali kw tidak ikut aliran syiah dan juga sebaliknya bisa jadi pengamal Nur Muhammad yang silsilahnya bersambung kepada Abu Bakar ra ikut kepada paham Syi’ah, itu merupakan hal yang wajar-wajar saja.
Pengamal Nur Muhammad bukanlah kumpulan pembela Sunni meskipun pelaksanaan syariatnya tunduk kepada Mazhab Imam Syafi’i sebagai mazhab yang paling banyak pengikutnya di Indonesia. Baginya biarlah pertentangan masa lalu antara sunni dan syiah itu terkubur bersama sejarah karena orang-orang yang berlaku tidak adil terhadap Ahlul Bait yang mulia pun telah di azab oleh Allah SWT.
Cara pandang sufi pengamal Nur Muhammad atas segala sesuatu tidaklah hitam-putih atau halal-haram. Oleh itu, para sufi tidak mudah menyalahkan pihak lain yang berbeza. Prinsip ini meniscayakan para sufi menyebarkan dakwahnya dengan damai dan tanpa pemaksaan, apalagi kekerasan. Hidayah adalah murni wewenang Allah, komuniti Abulung bukanlah sekumpulan umat Islam yang merasa benar sendiri lantas memaksakan “hidayah” yang menjadi otoritas Allah Swt kepada kelompok lain yang dinilainya “salah”.
Surga bagi sufi, bahkan bukan monopoli kelompok Islam belaka. Abdul Karim al-Jili (w. 832 H) dalam karyanya al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakhir wa al-Awa’il, ia menyatakan Ahli al-Kitab juga ada yang masuk surga. Ini, katanya, berkat munajat Nabi Isa as. Dalam al-Qur’an disebutkan, Isa bermunajat: fa in tu’adzdzibhum fainnahum ibaduk fa in taghfir lahum fainnaka azizun hakim (Jika Engkau menyiksa mereka, itu hamba-Mu juga. Jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Besar dan Maha Bijaksana.
Berkat munajat Nabi Isa ini, nanti ada umatnya yang diampuni dan masuk surga. Karenanya, kita tidak boleh mudah menghukumi seseorang masuk surga atau neraka. Dalam tasawuf disebut-sebut ada kelompok spiritual yang disebutnya instan. Dalam bahasa Imam al-Ghazali (w. 505 H), kelompok ini disebut spiritual nafsani atau syahwati. Mereka berlaku spiritual, misalnya, karena unsur politis, pamrih duniawi dan atau motivasi lain selain Allah Swt. Jika umat Islam terjebak pada aspek yang sifatnya instan nafsu ini memudahkan perilaku spiritual umat rentan pada pertarungan kebudayaan dan pluralistas. Akibatnya, secara psikologis ini memudahkan yang tidak sama dianggap salah.
Terakhir, jika pengamal Nur Muhammad masih mempertentangkan antara Syi’ah dan Sunni menandakan bahwa dia belum mengerti sepenuhnya apa itu Nur Muhammad karena sesungguhnya sama ada syi'ah, sunni, atau apapun yang lainnya itu adalah berasal daripada Allah jua, Allah-nya orang Sunni dan Allah-nya orang Syi’ah, dan sudah pasti Allah-nya Nabi Muhammad Saw.
Dari pada memperdebatkan jalan mana yang paling cepat sampai kepada-Nya lebih baik ikuti jalan Nur Muhammad dan setelah sama-sama sampai di Taman Surga marilah saling senyum dan bertegur sapa, marilah sama-sama melayani-Nya dengan senang hati. Semoga Allah Swt melabuhkan Nur Muhammad ke dalam dada kita semua untuk sentiasa dapat memandang wajah-Nya dari dunia sampai ke akhirat kelak, Amien Ya Rabbal ‘Alamin
Kemudian ia melanjutkan kata-katanya dengan rasa marah, “Demi Allah, jika kamu izinkan, aku akan kumpulkan kuda dan orang-orang untuk memeranginya.”
Akan tetapi Imam Ali kw menjawab, ”Wahai Abu Sufyan, selama ia menjaga Islam dan pemeluknya, maka tidak apa-apa jika ia yang memegang kekhalifahan. Dan aku menilai bahwa Abu Bakar adalah orang yang layak untuk menjadi khalifah”. (lihat Al-Haakim juz 3, hal. 78).
Sungguh luar biasa sikap para sahabat Nabi SAW yang bisa saling menghormati dan tidak gila kekuasaan seperti yang ditunjukkan oleh Imam Ali kw. Sangat berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang yang merasa menjadi pengikut Beliau, merasa menjadi pembela Ahlul Bait akan tetapi yang tertanam dalam hati hanya kebencian dan dendam berkepanjangan dan diwariskan dari generasi ke generasi sampai hari ini. Kekejaman Muawiyah bin Abu Sufyan beserta Dinasti Umayyah nya terhadap keluarga Nabi menimbulkan kepedihan berkepanjangan dan kemudian tanpa disadari menyebabkan perpecahan dalam ummat Islam.
Para pengamal Nur Muhammad bukanlah orang-orang yang terikut dalam pertentangan tersebut. Teori Nur Muhammad mengajarkan bahwa semua sahabat Nabi itu adalah orang-orang pilihan yang sangat berjasa dalam mengembangkan Agama Islam. Pengamal Nur Muhammad menganggap kedua-dua orang sahabat, Abu Bakar ra dan Ali Bin Abi Thalib kw adalah jalur utama penurunan Nur Muhammad
Dalam Do’a Pusaka yang selalu dibacakan di saat penutupan suluk/’itikaf pengamal Nur Muhammad didalamnya selalu disebutkan 4 wali utama yaitu Syekh Abdul Qadir Jailani dan Syekh Junaidi al-Bahgdadi yang silsilah Nur Muhammad-nya bersambung kepada Imam Ali kw serta Syekh Abu Yazid Al-Bisthami dan Syekh Bahauddin Naqsyabandi yang silsilah Nur Muhammad-nya bersambung kepada Saidina Abu Bakar ra.
Mempertentangkan Syi’ah dan Sunni dalam bingkai pengamal Nur Muhammad merupakan suatu tindakan yang kurang bijaksana karena penghayatan yang benar tentang Nur Muhammad telah melampaui paham-paham syariat yang dikembangkan oleh kedua-dua aliran ini. Boleh jadi seorang pengamal Nur Muhammad yang silsilahnya bersambung kepada Imam Ali kw tidak ikut aliran syiah dan juga sebaliknya bisa jadi pengamal Nur Muhammad yang silsilahnya bersambung kepada Abu Bakar ra ikut kepada paham Syi’ah, itu merupakan hal yang wajar-wajar saja.
Pengamal Nur Muhammad bukanlah kumpulan pembela Sunni meskipun pelaksanaan syariatnya tunduk kepada Mazhab Imam Syafi’i sebagai mazhab yang paling banyak pengikutnya di Indonesia. Baginya biarlah pertentangan masa lalu antara sunni dan syiah itu terkubur bersama sejarah karena orang-orang yang berlaku tidak adil terhadap Ahlul Bait yang mulia pun telah di azab oleh Allah SWT.
Cara pandang sufi pengamal Nur Muhammad atas segala sesuatu tidaklah hitam-putih atau halal-haram. Oleh itu, para sufi tidak mudah menyalahkan pihak lain yang berbeza. Prinsip ini meniscayakan para sufi menyebarkan dakwahnya dengan damai dan tanpa pemaksaan, apalagi kekerasan. Hidayah adalah murni wewenang Allah, komuniti Abulung bukanlah sekumpulan umat Islam yang merasa benar sendiri lantas memaksakan “hidayah” yang menjadi otoritas Allah Swt kepada kelompok lain yang dinilainya “salah”.
Surga bagi sufi, bahkan bukan monopoli kelompok Islam belaka. Abdul Karim al-Jili (w. 832 H) dalam karyanya al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakhir wa al-Awa’il, ia menyatakan Ahli al-Kitab juga ada yang masuk surga. Ini, katanya, berkat munajat Nabi Isa as. Dalam al-Qur’an disebutkan, Isa bermunajat: fa in tu’adzdzibhum fainnahum ibaduk fa in taghfir lahum fainnaka azizun hakim (Jika Engkau menyiksa mereka, itu hamba-Mu juga. Jika Engkau mengampuni mereka, maka Engkau Maha Besar dan Maha Bijaksana.
Berkat munajat Nabi Isa ini, nanti ada umatnya yang diampuni dan masuk surga. Karenanya, kita tidak boleh mudah menghukumi seseorang masuk surga atau neraka. Dalam tasawuf disebut-sebut ada kelompok spiritual yang disebutnya instan. Dalam bahasa Imam al-Ghazali (w. 505 H), kelompok ini disebut spiritual nafsani atau syahwati. Mereka berlaku spiritual, misalnya, karena unsur politis, pamrih duniawi dan atau motivasi lain selain Allah Swt. Jika umat Islam terjebak pada aspek yang sifatnya instan nafsu ini memudahkan perilaku spiritual umat rentan pada pertarungan kebudayaan dan pluralistas. Akibatnya, secara psikologis ini memudahkan yang tidak sama dianggap salah.
Terakhir, jika pengamal Nur Muhammad masih mempertentangkan antara Syi’ah dan Sunni menandakan bahwa dia belum mengerti sepenuhnya apa itu Nur Muhammad karena sesungguhnya sama ada syi'ah, sunni, atau apapun yang lainnya itu adalah berasal daripada Allah jua, Allah-nya orang Sunni dan Allah-nya orang Syi’ah, dan sudah pasti Allah-nya Nabi Muhammad Saw.
Dari pada memperdebatkan jalan mana yang paling cepat sampai kepada-Nya lebih baik ikuti jalan Nur Muhammad dan setelah sama-sama sampai di Taman Surga marilah saling senyum dan bertegur sapa, marilah sama-sama melayani-Nya dengan senang hati. Semoga Allah Swt melabuhkan Nur Muhammad ke dalam dada kita semua untuk sentiasa dapat memandang wajah-Nya dari dunia sampai ke akhirat kelak, Amien Ya Rabbal ‘Alamin
Alhamdulillah mudah2an diperbanyak muslimin yang toleran seperti anda tanpa menggurui tanpa merasa benar sendiri dan tanpa makian, saling menghormati pendapat masing2, percayalah semuanya juga ingin masuk surga dan kalau berbeda itu juga ada pegangan dalil yang dipercayai masing2 sebagi yang benar, mari kita bersatu dalam perbedaan dan wujudkan wajah islam yang damai , sesama islam dulu harus damai dan kemudian damai dengan ummat yg berbeda agama.
ReplyDeleteAlhamdulillah mudah2an diperbanyak muslimin yang toleran seperti anda tanpa menggurui tanpa merasa benar sendiri dan tanpa makian, saling menghormati pendapat masing2, percayalah semuanya juga ingin masuk surga dan kalau berbeda itu juga ada pegangan dalil yang dipercayai masing2 sebagi yang benar, mari kita bersatu dalam perbedaan dan wujudkan wajah islam yang damai , sesama islam dulu harus damai dan kemudian damai dengan ummat yg berbeda agama.
ReplyDelete