Sedikit tentang Wahdatul Adyan
Konsep wahdatul adyan sebenarnya tidak baru karena sudah dikenal dalam tradisi sufistik masa lalu, namun konsep ini menarik untuk ditilik dan ditela’ah kembali. Wahdatul adyan (kesatuan agama), demikian konsep tersebut dinamai, mengajarkan bahwa pada hakikatnya semua agama bertujuan sama dan mengabdi kepada Tuhan yang sama pula. Perbedaan yang ada hanyalah pada aspek lahiriah yakni penampilan-penampilan dan tata cara dalam melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam konsep ini tidak ada lagi superioritas dan inferioritas agama karena berasal dari satu sumber yakni Tuhan.
Agama adalah serangkaian kesadaran manusia tentang eksistensi sesuatu yang telah menjadi pedoman hidup yang bersumber dari Tuhan. Dan agama yang adalah kesadaran itu sendiri berupa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan larangan-larangan yang harus dihindari, sehingga apa yang menjadi pilihan benar-benar merupakan kesadaran atas kehendaknya sendiri bukan atas dasar keterpaksaan. Inilah agama, tidak ada paksaan dalam beragama, karena agama adalah sebuah keyakinan dari sederetan pengetahuan yang membentuk kesadaran yang tak terelakkan. agama merupakan sumber ideologi yang diberikan Tuhan pencipta alam semesta beserta isinya sebagai ideologi-pedoman hidup-untuk manusia melalui para utusan-Nya.
Namun pada kenyataannya dalam kehidupan ini terdapat banyak 'agama', dan setiap 'agama' pun mempunyai beragam sekte (aliran), dimana setiap aliran mempunyai ideologinya masing-masing. Dalam persoalan seperti ini yang menjadi pertanyaan adalah apakah Tuhan memberikan banyak agama atau satu agama?
Agama adalah serangkaian kesadaran manusia tentang eksistensi sesuatu yang telah menjadi pedoman hidup yang bersumber dari Tuhan. Dan agama yang adalah kesadaran itu sendiri berupa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan larangan-larangan yang harus dihindari, sehingga apa yang menjadi pilihan benar-benar merupakan kesadaran atas kehendaknya sendiri bukan atas dasar keterpaksaan. Inilah agama, tidak ada paksaan dalam beragama, karena agama adalah sebuah keyakinan dari sederetan pengetahuan yang membentuk kesadaran yang tak terelakkan. agama merupakan sumber ideologi yang diberikan Tuhan pencipta alam semesta beserta isinya sebagai ideologi-pedoman hidup-untuk manusia melalui para utusan-Nya.
Namun pada kenyataannya dalam kehidupan ini terdapat banyak 'agama', dan setiap 'agama' pun mempunyai beragam sekte (aliran), dimana setiap aliran mempunyai ideologinya masing-masing. Dalam persoalan seperti ini yang menjadi pertanyaan adalah apakah Tuhan memberikan banyak agama atau satu agama?
Semua agama yang namanya berbeda-beda: Islam, Yahudi, Kristen, dan lainnya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya satu jua. Semua agama yang namanya berbeda-beda adalah jalan menuju Allah. Orang yang memilih agama atau lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut salah satu agama, bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah ditakdirkan Allah. Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan cara, isinya hanya satu ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena berasal dari Allah.
Keyakinan bahwa pada hakekatnya semua agama itu benar, hal ini didasarkan bahwa manusia pada suatu masa dan pada suatu tempat, berlainan dengan manusia pada suatu masa dan pada suatu tempat yang lain. Manusia pada zaman Adam berbeda dengan manusia pada zaman Ibrahim, manusia di Barat berbeda dengan manusia di Timur. Sehingga agama pada masa Adam tidak bisa diterapkan di masa Ibrahim, agama yang berlaku di Barat tidak bisa diberlakukan di Timur, agama untuk orang Israel tidak cocok untuk orang Persia, manusia zaman modern tidak bisa mengambil pelajaran sejarah dari manusia sebelum masehi, manusia di Barat tidak bisa berperilaku seperti manusia di Timur, orang Israel tidak bisa diperlakukan seperti orang Persia, karena memang pada dasarnya semuanya berbeda. Sehingga agama diturunkan sesuai dengan keadaan dan tempat yang cocok untuk manusia tersebut.
Sedangkan keyakinan bahwa hanya satu agama yang benar, hal ini didasarkan bahwa pada hakekatnya manusia dan segala sesuatu yang terkait dengan manusia itu adalah sama, berasal dari sumber yang sama. Oleh karena itu tidak ada keterbatasan waktu dan tempat, hatta agama pun berlaku universal. Karena agama berlaku universal, maka agama dimasa lampu sampai akhir zaman harus dapat diterima oleh manusia kapan saja dan dimana saja, karena bersumber dari Tuhan Yang Satu yaitu Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Penolakan terhadap tesis di atas disebabkan oleh adanya nafsu-kedengkian-kesombongan-kebodohan-manusia. Dengan berbagai kepentingan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya, manusia memanfaatkan agama yang telah menjadi institusi yang mapan untuk memenuhi keinginan nafsunya. Dengan demikian orang-orang awam yang bodoh yang melihat agama hanya sebatas identitas dan institusi yang terpisah-pisah bukan melihatnya sebagai kesatuan ideologi akan mengikuti para elit yang telah dipenuhi oleh nafsu setan. Agama para elit, agama para agresor dan agama para penindas, agama yang memaksa, agama yang eksklusif akan memanfaatkan para awam yang bodoh sebagai penyokong agama mereka, sehingga sebagian besar terkelabui. Hanya sedikit manusia yang menyadarinya.
Hanya orang yang tercerahkan dan orang suci yang mampu membedakan mana ideologi-aliran yang telah dimanfaatkan oleh nafsu-nafsu manusia dan mana agama yang suci. Manusia seperti ini sanggup menerima dan mengakui agama yang disampaikan Tuhan melalui utusanNya baik dimasa lalu, sekarang maupun yang akan datang, manusia seperti ini setiap 'ditinggalkan' oleh seorang utusan akan selalu mengikuti wasiatnya dan pada saat munculnya utusan yang menggantikannya akan selalu menerimanya. Sekali lagi manusia seperti ini adalah manusia suci yang tercerahkan oleh nur Tuhannya (baca Nur Muhammad). Bukan manusia yang ada motif-motif, pretensi-pretensi tertentu sekecil apapun selain hanya semata-mata karena kebenaran dan keadilan Tuhan Yang Suci, tidak dapat menjadi kekasih-Nya selain kesucian. (Lihat, Manusia Suci dalam www.parapemikir.com)
Semua agama yang namanya berbeda-beda Islam, Yahudi, Kristen, dan lainnya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya satu jua. Semua agama yang namanya berbeda-beda adalah jalan menuju Allah. Orang yang memilih agama atau lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut salah satu agama, bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah ditakdirkan Allah. Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan cara, isinya hanya satu ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena berasal dari Allah.
Keragaman nama alam, termasuk agama, merupakan penampakan dari sifat dan asma Allah. Manusia yang termasuk ke dalam kategori alam empiris adalah tajali yang lebih sempurna bagi sifat dan asma Allah. Perbedaan hanya pada rupa dan ragam dari hakikat yang satu. Keragaman alam ini hanyalah sekedar persepsi manusia yang belum mampu memandang yang satu sebagai kesatuan, masih dalam batas anggapan parsial bahwa pihak pertama ialah al-Khaliq (Tuhan) dan pihak kedua ialah Khalq (makhluk). Tetapi kalau orang memandang dari pokok bahwa keragaman ini dari pokok hakikat yang satu tentulah manusia akan memperdekat hakikat yang tidak berbilang.
Antara para rasul utusan Allah tidak ada yang saling menyalahkan antara satu dengan yang lain, karena setiap rasul diutus dan membawa misi yang sama dari Tuhan yang sama. Muhammad Saw tidak menganggap salah ajaran yang disampaikan oleh Nabi Isa, Musa, Harun, dan rasul-rasul pendahulunya, tetapi penyelewengan yang dilakukan oleh para penganutnya adalah yang perlu diluruskan dengan kerasulan yang baru.
Al-Hallaj, sosok tokoh sufi yang sangat controversial, disebut-sebut sebagai penggagas konsep ini, karena konsep ini merupakan merupakan untaian dari teori hulul dan Nur Muhammad-nya. Keterkaitan antara kedua teori tersebut dengan wahdat al-adyan sangatlah erat, terutama dengan Nur Muhammad karena menurut al-Hallaj, Nur Muhammad merupakan jalan hidayah (petunjuk) dari semua Nabi. Karena itu agama yang dibawa oleh para Nabi pada prinsipnya sama apalagi dalam keyakinan al-Hallaj, semua Nabi merupakan ‘emanasi wujud’ sebagaimana terumus dalam teori hulul-nya.
Bagi al-Hallaj, pada dasarnya agama-agama berasal dari dan akan kembali kepada pokok yang satu, karena memancar dari cahaya yang satu. Pandangan al-Hallaj tegas bahwa pada dasarnya agama yang dipeluk oleh seseorang merupakan hasil pilihan dan kehendak Tuhan bukan sepenuhnya pilihan manusia sendiri. Dan hal ini merupakan konsekuensi dari kesadaran diri atas ‘kehadiran’ Tuhan di setiap tempat dalam semua agama. Menurutnya, penyembahan melalui konsep monoteisme atau politeisme tak masalah bagi Tuhan karena pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika, yakni yang satu dan yang banyak. Dari situ, jika ditelusuri akan dijumpai kepercayaan-kepercayaan yang apabila ditafsirkan akan mengarah kepada satu Tuhan.
Dalam konsep wahdat al-adyan, pengakuan dan penghargaan tradisi-tradisi keagamaan dan kepercayaan lain sebagai tradisi yang sederajat menjadi sebuah tuntutan. Tak ada lagi tradisi yang menjadi ‘anak tunggal’ dengan segala privelese yang dimilikinya. Setiap tradisi keagamaan dan kepercayaan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah karenanya memiliki hak hidup yang sama. Kalau dalam tradisi keberagamaan kita masih sering menonjolkan agama sendiri (superioritas diri) maka wahdat al-adyan menempatkan semua agama pada level dan tingkat yang sama (egaliter). Konsep ini menegaskan bahwa kesungguhan dalam beragama tidak boleh disertai dengan anggapan bahwa agama yang lain salah. Hal senada diamini oleh Paul F. Knitter dalam bukunya No Other Name? A critical Survey of Christian Attitudes Toward the World Religion bahwa anggapan dengan mengatakan agama yang yang satu lebih baik dari agama yang lain disebut sebagai sikap yang salah, ofensif dan menunjukkan pandangan yang sempit. Karena tuntutan kebenaran (truth claim) terhadap agama sendiri hanya akan menjadikan seseorang eksklusif-partikular dan hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak serasi antarumat beragama satu dengan yang lain.
Wahdat al-adyan juga menghilangkan batas-batas dan sekat-sekat yang selama ini menjadi penghalang (barrier) dalam melakukan dialog dan transformasi nilai-nilai universal antar agama. Dalam konsep ini rasa saling mencurigai dan meng (di)awasi (oleh) yang lain harus dibuang jauh-jauh mengingat sikap seperti ini sering memunculkan ketegangan dan disharmoni sebuah hubungan yang selama ini di bangun bersama. Wahdat al-adyan merupakan konsep yang sangat fair karena ia sangat respek terhadap umat beragama lain, karena terasa sama sekali tidak ada ‘jarak’ antara yang satu dengan yang lain.
Konsep al-Hallaj ini, memaknai pluralisme lebih sebagai upaya bagaimana memahami dan menghormati sebuah perbedaan bukan mempermasalahkan perbedaan. Namun bukan berarti konsep ini menghendaki usaha penyatuan agama (sinkretis) atau pencampuradukan agama-agama atau mempersalahkan melompat-lompat dari satu agama ke agama yang lain, justru konsep ini menghendaki sesesorang memeluk dengan konsekuen agama yang diyakininya tanpa embel-embel dan pemberian label (stereotype) negatif terhadap agama yang lain. Wahdat al-adyan mengandaikan terciptanya sebuah iklim keberagamaan yang saling terbuka satu sama lain, saling belajar, mengedepankan sikap inklusifitas untuk kemudian di wujudkan dalam tindakan dan aksi yang jelas.
Wahdat al-adyan, memang layak diapresiasi. Mengingat kondisi kehidupan keberagamaan di negara kita sedang dalam kondisi ‘sakit parah ’ dan sedang membutuhkan obat.
Diharapkan dengan berkembang dan membuminya konsep ini, maka konflik keagamaan akan mampu diminimalisir dan diantisipasi sedini mungkin sehingga kerukunan dan perdamaian bukanlah sebuah mimpi belaka. Semoga. Wallahu a’lam bi Ash-shawab.
Keyakinan bahwa pada hakekatnya semua agama itu benar, hal ini didasarkan bahwa manusia pada suatu masa dan pada suatu tempat, berlainan dengan manusia pada suatu masa dan pada suatu tempat yang lain. Manusia pada zaman Adam berbeda dengan manusia pada zaman Ibrahim, manusia di Barat berbeda dengan manusia di Timur. Sehingga agama pada masa Adam tidak bisa diterapkan di masa Ibrahim, agama yang berlaku di Barat tidak bisa diberlakukan di Timur, agama untuk orang Israel tidak cocok untuk orang Persia, manusia zaman modern tidak bisa mengambil pelajaran sejarah dari manusia sebelum masehi, manusia di Barat tidak bisa berperilaku seperti manusia di Timur, orang Israel tidak bisa diperlakukan seperti orang Persia, karena memang pada dasarnya semuanya berbeda. Sehingga agama diturunkan sesuai dengan keadaan dan tempat yang cocok untuk manusia tersebut.
Sedangkan keyakinan bahwa hanya satu agama yang benar, hal ini didasarkan bahwa pada hakekatnya manusia dan segala sesuatu yang terkait dengan manusia itu adalah sama, berasal dari sumber yang sama. Oleh karena itu tidak ada keterbatasan waktu dan tempat, hatta agama pun berlaku universal. Karena agama berlaku universal, maka agama dimasa lampu sampai akhir zaman harus dapat diterima oleh manusia kapan saja dan dimana saja, karena bersumber dari Tuhan Yang Satu yaitu Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Penolakan terhadap tesis di atas disebabkan oleh adanya nafsu-kedengkian-kesombongan-kebodohan-manusia. Dengan berbagai kepentingan baik politik, ekonomi, sosial dan budaya, manusia memanfaatkan agama yang telah menjadi institusi yang mapan untuk memenuhi keinginan nafsunya. Dengan demikian orang-orang awam yang bodoh yang melihat agama hanya sebatas identitas dan institusi yang terpisah-pisah bukan melihatnya sebagai kesatuan ideologi akan mengikuti para elit yang telah dipenuhi oleh nafsu setan. Agama para elit, agama para agresor dan agama para penindas, agama yang memaksa, agama yang eksklusif akan memanfaatkan para awam yang bodoh sebagai penyokong agama mereka, sehingga sebagian besar terkelabui. Hanya sedikit manusia yang menyadarinya.
Hanya orang yang tercerahkan dan orang suci yang mampu membedakan mana ideologi-aliran yang telah dimanfaatkan oleh nafsu-nafsu manusia dan mana agama yang suci. Manusia seperti ini sanggup menerima dan mengakui agama yang disampaikan Tuhan melalui utusanNya baik dimasa lalu, sekarang maupun yang akan datang, manusia seperti ini setiap 'ditinggalkan' oleh seorang utusan akan selalu mengikuti wasiatnya dan pada saat munculnya utusan yang menggantikannya akan selalu menerimanya. Sekali lagi manusia seperti ini adalah manusia suci yang tercerahkan oleh nur Tuhannya (baca Nur Muhammad). Bukan manusia yang ada motif-motif, pretensi-pretensi tertentu sekecil apapun selain hanya semata-mata karena kebenaran dan keadilan Tuhan Yang Suci, tidak dapat menjadi kekasih-Nya selain kesucian. (Lihat, Manusia Suci dalam www.parapemikir.com)
Semua agama yang namanya berbeda-beda Islam, Yahudi, Kristen, dan lainnya hanyalah perbedaan nama, namun hakikatnya satu jua. Semua agama yang namanya berbeda-beda adalah jalan menuju Allah. Orang yang memilih agama atau lahir dalam lingkungan keluarga yang menganut salah satu agama, bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi telah ditentukan atau sudah ditakdirkan Allah. Dan begitu juga ibadah (ritual) yang berbeda warna dan cara, isinya hanya satu ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak perlu seorang mencela agama lain karena agama itu semua benar karena berasal dari Allah.
Keragaman nama alam, termasuk agama, merupakan penampakan dari sifat dan asma Allah. Manusia yang termasuk ke dalam kategori alam empiris adalah tajali yang lebih sempurna bagi sifat dan asma Allah. Perbedaan hanya pada rupa dan ragam dari hakikat yang satu. Keragaman alam ini hanyalah sekedar persepsi manusia yang belum mampu memandang yang satu sebagai kesatuan, masih dalam batas anggapan parsial bahwa pihak pertama ialah al-Khaliq (Tuhan) dan pihak kedua ialah Khalq (makhluk). Tetapi kalau orang memandang dari pokok bahwa keragaman ini dari pokok hakikat yang satu tentulah manusia akan memperdekat hakikat yang tidak berbilang.
Antara para rasul utusan Allah tidak ada yang saling menyalahkan antara satu dengan yang lain, karena setiap rasul diutus dan membawa misi yang sama dari Tuhan yang sama. Muhammad Saw tidak menganggap salah ajaran yang disampaikan oleh Nabi Isa, Musa, Harun, dan rasul-rasul pendahulunya, tetapi penyelewengan yang dilakukan oleh para penganutnya adalah yang perlu diluruskan dengan kerasulan yang baru.
Al-Hallaj, sosok tokoh sufi yang sangat controversial, disebut-sebut sebagai penggagas konsep ini, karena konsep ini merupakan merupakan untaian dari teori hulul dan Nur Muhammad-nya. Keterkaitan antara kedua teori tersebut dengan wahdat al-adyan sangatlah erat, terutama dengan Nur Muhammad karena menurut al-Hallaj, Nur Muhammad merupakan jalan hidayah (petunjuk) dari semua Nabi. Karena itu agama yang dibawa oleh para Nabi pada prinsipnya sama apalagi dalam keyakinan al-Hallaj, semua Nabi merupakan ‘emanasi wujud’ sebagaimana terumus dalam teori hulul-nya.
Bagi al-Hallaj, pada dasarnya agama-agama berasal dari dan akan kembali kepada pokok yang satu, karena memancar dari cahaya yang satu. Pandangan al-Hallaj tegas bahwa pada dasarnya agama yang dipeluk oleh seseorang merupakan hasil pilihan dan kehendak Tuhan bukan sepenuhnya pilihan manusia sendiri. Dan hal ini merupakan konsekuensi dari kesadaran diri atas ‘kehadiran’ Tuhan di setiap tempat dalam semua agama. Menurutnya, penyembahan melalui konsep monoteisme atau politeisme tak masalah bagi Tuhan karena pada dasarnya hanya berkaitan dengan logika, yakni yang satu dan yang banyak. Dari situ, jika ditelusuri akan dijumpai kepercayaan-kepercayaan yang apabila ditafsirkan akan mengarah kepada satu Tuhan.
Dalam konsep wahdat al-adyan, pengakuan dan penghargaan tradisi-tradisi keagamaan dan kepercayaan lain sebagai tradisi yang sederajat menjadi sebuah tuntutan. Tak ada lagi tradisi yang menjadi ‘anak tunggal’ dengan segala privelese yang dimilikinya. Setiap tradisi keagamaan dan kepercayaan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah karenanya memiliki hak hidup yang sama. Kalau dalam tradisi keberagamaan kita masih sering menonjolkan agama sendiri (superioritas diri) maka wahdat al-adyan menempatkan semua agama pada level dan tingkat yang sama (egaliter). Konsep ini menegaskan bahwa kesungguhan dalam beragama tidak boleh disertai dengan anggapan bahwa agama yang lain salah. Hal senada diamini oleh Paul F. Knitter dalam bukunya No Other Name? A critical Survey of Christian Attitudes Toward the World Religion bahwa anggapan dengan mengatakan agama yang yang satu lebih baik dari agama yang lain disebut sebagai sikap yang salah, ofensif dan menunjukkan pandangan yang sempit. Karena tuntutan kebenaran (truth claim) terhadap agama sendiri hanya akan menjadikan seseorang eksklusif-partikular dan hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak serasi antarumat beragama satu dengan yang lain.
Wahdat al-adyan juga menghilangkan batas-batas dan sekat-sekat yang selama ini menjadi penghalang (barrier) dalam melakukan dialog dan transformasi nilai-nilai universal antar agama. Dalam konsep ini rasa saling mencurigai dan meng (di)awasi (oleh) yang lain harus dibuang jauh-jauh mengingat sikap seperti ini sering memunculkan ketegangan dan disharmoni sebuah hubungan yang selama ini di bangun bersama. Wahdat al-adyan merupakan konsep yang sangat fair karena ia sangat respek terhadap umat beragama lain, karena terasa sama sekali tidak ada ‘jarak’ antara yang satu dengan yang lain.
Konsep al-Hallaj ini, memaknai pluralisme lebih sebagai upaya bagaimana memahami dan menghormati sebuah perbedaan bukan mempermasalahkan perbedaan. Namun bukan berarti konsep ini menghendaki usaha penyatuan agama (sinkretis) atau pencampuradukan agama-agama atau mempersalahkan melompat-lompat dari satu agama ke agama yang lain, justru konsep ini menghendaki sesesorang memeluk dengan konsekuen agama yang diyakininya tanpa embel-embel dan pemberian label (stereotype) negatif terhadap agama yang lain. Wahdat al-adyan mengandaikan terciptanya sebuah iklim keberagamaan yang saling terbuka satu sama lain, saling belajar, mengedepankan sikap inklusifitas untuk kemudian di wujudkan dalam tindakan dan aksi yang jelas.
Wahdat al-adyan, memang layak diapresiasi. Mengingat kondisi kehidupan keberagamaan di negara kita sedang dalam kondisi ‘sakit parah ’ dan sedang membutuhkan obat.
Diharapkan dengan berkembang dan membuminya konsep ini, maka konflik keagamaan akan mampu diminimalisir dan diantisipasi sedini mungkin sehingga kerukunan dan perdamaian bukanlah sebuah mimpi belaka. Semoga. Wallahu a’lam bi Ash-shawab.
gak salah nih bos yahudi,nasrani dengan islam sama...piye toh?nasrani tuhannya tiga (trinitas) yahudi podo pisan agama rasis !!!...
ReplyDeletejangan2 sama budha dan hindu juga sma...keblinger POOOLLLLL
Bagi yg sudah ketemu n berguru langsung kpd Sg Guru Sejati, mk pasti akan memahami konsep Wahdatul Adyan.
Deletecoba nte tanyakan ke nasrani apa agama mereka sama dengan islam....sya yakin mereka akan jawab TIDAK !!!!!
ReplyDeleteHmh" asalamu'alaikum
ReplyDeleteanalogi (Maha Suci Allah dari segala misal)
tujuan sama pada satu titik/kota, dengan banyak cara dan jalur pejalan berjalan. Pejalan dengan berjalan kaki, sepeda, motor atau kah mobil. Kemungkin ada melalui selatan, timur, barat, dan utara, bisa saja di perjalanan terperangkap akan macet. Tinggal meyakini cara berjalan yang mana dan jalur yang untuk sampai pada tujuan.
Semoga apa yang saya sampaikan setara apa yang kang kolis sampaikan.
hemm,pada hakekatnya semuanya satu dan yang satu adalah semuanya, itulah kira2 gambaran yang pas untuk mengungkapkan kesatuan agama-agama,memang pada dasarnya agama hanyalah jalan menuju the ultimate reality, jadi mau jalan mana yang dipilih, selagi dia meyakini dan menjalani dengan benar sesuai dengan apa yang diajarkan maka dia akan mencapai tujuannya,...
ReplyDeletesaya rasa,,, Lakum Dinukum Waliyadin itu dah yg paling enak,,,, yg perlu dipikirkan dalam konsep Wahdatul Adyan adalah bukanya saling menegaskan perbedaan keyakinan dan jalan itu, akan tetapi menjadikannya rahmat keberagaman sebagai pembelajaran kita tentang keislaman kita sendiri, jadi bukannya saling menabrakkan perbedaan,,,,semoga Allah tidak menggolongkan kita sebagai orang-orang yg telah dikunci hatinya,,,,...
ReplyDeletePerbedaan ajaran agama yang bersifat partikular dan formalitas bukan untuk berseteru, bersaing dan saling membunuh diantaranya, tetapi hanya untuk melakukan kerjasama, saling mengenal, menghargai dan toleransi. Maka dari itu, sudah saatnya perbedaan agama tidak dijadikan alasan untuk saling membenci, melakukan kekerasan dan teror atas nama agama.
ReplyDeletegmn tentang "innaddinna indaallah al islam"???????????
ReplyDeletePluralisme Agama hanya di permukaan saja kelihatan lebih rendah hati dan toleran dari pada sikap inklusif yang tetap meyakini imannya. Bukan namanya toleransi apabila untuk mau saling menerima dituntut agar masing-masing melepaskan apa yang mereka yakini. Ambil saja sebagai contoh Islam dan kristianitas. Pluralisme mengusulkan agar masing-masing saling menerima karena masing-masing tidak lebih dari ungkapan religiositas manusia, dan kalau begitu, tentu saja mengklaim kepenuhan kebenaran tidak masuk akal. Namun yang nyata-nyata dituntut kaum pluralis adalah agar Islam melepaskan klaimnya bahwa Allah dalam al-Qur’an memberi petunjuk definitif, akhir dan benar tentang bagaimana manusia harus hidup agar ia selamat, dengan sekaligus membatalkan petunjuk-petunjuk sebelumnya.
ReplyDeleteha ha ha ,, leres pisan kang! boro - boro anu teu sa agami anu sa agami oge masih keneh aya anu pacekadan ! Naon sababna ari sanes anjeuna teuacan terang rupi eusina!
ReplyDeletenembe ngagaduhan Iman ceuk beja atanapi Iman anu teu acan di buktoskeun ku pribadi dugi karaos leres jeung leupatna Ku dirina!!
ReplyDeleteKalau dalam pemikiran itu ,agama yg ada sekarang ini bareng bareng turunnya , gedubrakkkkk,............ , maka"keunuversalan agama , satu agama itu bisa diterima. Lha perbedaan ini kan karena (anda sendiri sudah menyiratkan itu)adanya perbedaan waktu , maka terjadi perbedaan perbedaan ! maka menurut logika yg wajar , memang Tuhan hanya menurunkan satu agama saja namun senantiasa diperbarui , sehingga sampai pada release terakhir yg dikenal sebagai agama Islam ! Yahudi , nasrani itu release sebelum sebelum Islam , hanya karena kemajuan tehnologi kumunikasi tehnologi "rekaman/rekoding" dalam berbagai media lah menjadikan agama itu masih bisa exist sampai sekarang.
ReplyDeleteItu menurut pemahman saya lho. Artinya agama yg diturunkan Allah untu kemaslahatan manusia dunia akherat itu ya emang hanya satu .
ini salah satu pemikiran bodoh orang berpemahaman liberal (ji) yang memang sudah rusak akal pikirannya apalagi hatinya lebih rusak lagi,coba simak di surat al-bayyinah di ayat ke 6 dengan tegas ALLAH subhanahu wata'ala memvonis orang kafir dari golongan ahli kitab (yahudi dan nasrani) dan musyrikin (semua penyembah selain ALLAH dan semua yang men-syarikatkan NYA) akan masuk dan kekal dalam neraka jahannam dan mereka diklaim sebagai seburuk-buruk mahluk.Nah sekarang bagaimana mungkin anda mengatakan semua agama itu sama menyembah ALLAH subhanahu wata'ala.Dalam ayat itu jelas sekali dikatakan ketidaksamaan tersebut.Pemahaman anda tentang kesamaan semua agama jelas sesat dan menyesatkan,itu disebabkan karena anda tidak bisa memahami Alquran dengan pemahaman yang benar atau memang anda telah dikunci matahatinya oleh ALLAH subhanahu wata'ala.Saya disini hanya mengingatkan saudara-saudaraku seiman agar tidak tertipu oleh pemahaman sesat anda ini dan nasehat saya buat anda coba belajar dan amalkan agama islam ini dengan benar dan dari sumber yang benar agar anda selamat,semoga ALLAH subhanahu wata'ala masih memberi anda waktu dan hidayah NYA.
ReplyDeleteSuadaraku,
ReplyDeleteDimana kita tempatkan alqur'an dan hadis rasululloh???
Apakah agama dipahami hanya dengan nalar??
Sehebat apakah nalar kita? Bahkan para sahabat nabi dan para sholihin yang memiliki kecerdasan luar biasa aja baik dalam ilmu agama maupun ilmu2 yang lain, konsep pemikirannya tetap mendasarkan pada alquran dan hadis....!!!!
Bisa jadi pemahaman terhadap konsep Al-hallaj tentang wahdatul adyan tersebut seharusnya tidak seperti itu.
Agama yang dibawa nabi dan rosul sebelumnya semua benar. Akan tetapi setelah diutusnya nabi muhammad yang agama yang diakui hanya islam dan merupakan penyempurna dari ajaran2 sebelumnya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete@Anonim:
ReplyDeleteApkh Islam adl agama yg hanya dibawa nabi Muhanmad saw? Apkh agama yg dibawa nabi2 sblm Muhammad saw bukan Islam?Agama nabi Adam as apa? Agama Abdullah dan Siti Aminah apa? Agama nabi Musa as apa? Agama nabi Isa as apa? Mengapa muslimin hrs mengimanu kitab 4: Taurat, Zabur, Injil dan Ak Quran. Jangan picik.
Esensinya semua konsep agama tentang ilmu ketuhanan itu adalah Tri........ Dlm islam memang sengaja disembunyikan oleh Nabi Muhammad saw.
ReplyDeleteHindu - Tri Murti, Tri Maya,
Budha - Tri Sula wedha
Nasrani - Tri Tunggal, Tri Nitas,
Islam - ...... Ini tugas Imam Mahdi yg akan menjelaskan.
Untuk memahami rhs ilmu pengetahuan ketuhanan mk idealnya bertanyalah langsung kpd Sg Guru Sejati
ReplyDelete