Mā' al-Hayāt dari Telaga al-Kautsar

Bermula hayyun itu zahir zat iaitu seperti air yang jernih amat bening ialah umpama alam Allah asma saraban jahura maka iaitulah nafsu muthmainnah. Ialah cahaya bayang-bayang matahari yang nyata kelihatan dalam air yang jernih, itulah Ruh Idhafi, dan inilah yang meliputi pada matahari. Dan tiap-tiap meliputi pada air yang dinamakan air alkauthar


Dalam perbincangan sufi sering disebut-sebut istilah al-kawthar, umpamanya:

Bermula hayyun itu zahir zat iaitu seperti air yang jernih amat bening ialah umpama alam Allah asma saraban jahura maka iaitulah nafsu muthmainnah. Ialah cahaya bayang-bayang matahari yang nyata kelihatan dalam air yang jernih, itulah Ruh Idhafi, dan inilah yang meliputi pada matahari. Dan tiap-tiap meliputi pada air yang dinamakan air alkauthar

Alkauthar adalah sebuah nama bagi kolam yang di tempat itu Baginda s.a.w. menunggu umatnya untuk sebuah perjumpaan agung selepas kematian. Gambaran mengenainya terdapat dalam hadis-hadis. Semoga Allah s.w.t memberi kita pengetahuan mengenainya di dunia dan menikmati citranya di negeri akhirat. Salah satu keistimewaan kolam al-kautsar ialah “orang yang minum darinya, niscaya tidak akan pernah merasa haus lagi”.

Anas berkata, suatu ketika Rasulullah s.a.w. tertidur, kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Para sahabat bertanya: Mengapa Anda tersenyum? Karena jawab beliau, sebuah ayat yang diwahyukan kepadaku baru-baru ini. Dan beliau lalu membacanya: “Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang. Sesungguhnya, Kami telah menganugerahkan kepadamu al-Kawtsar”, hingga akhir surah. Kemudian beliau bertanya: Tahukan kamu apa al-Kawtsar itu? Dan kami menjawab, Allah dan Rasul-Nya-lah yang lebih mengetahui. Beliau berkata, Ia adalah sebuah sungai di Surga, yang telah dijanjikan Allah s.w.t. kepadaku. Padana ada kebaikan yang berlimpah. Padanya ada sebuah kolam tempat umatku akan datang pada hari kiamat. Jumlah cawan minumnya sejumlah bintang di langit.

Anas berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: Ketika aku sedang berjalan-jalan di surga, aku melihat sebuah sungai yang sisi-sisinya bagaikan kubah-kubah yang terbuat dari mutiara. Aku bertanya kepada Jibril, “Apa itu, wahai Jibril?” dan dia menjawab: Itu adalah al-Kautsar yang telah dianugerahkan Allah kepadamu”. Jibril lalu melambaikan tangannya, dan tiba-tiba kulihat bahwa lumpurnya terbuat dari minyak kasturi”.

Beliau juga berkata, “Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, “Jarak antara dua tepian kolamku seperti jarak antara Madinah dan Shan’a’ atau Amman.”

Ibn Umar meriwayatkan bahwa ktika firman Allah s.w.t. “Sesungguhnya, Kami telah menganugerahkan al-Kautsar kepadamu” diturunkan, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ia adalah sebuah sungai di surga, tepian-tepiannya terbuat dari emas, airnya lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu, dan aromana lebih harum daripada minyak kesturi. Ia mengalir di atas bebatuan mutiara, baik yang besar maupun yang kecil”.

Tsauban maula Rasulullah s.a.w. berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda, “Kolamku membentang pada jarak antara Aden dan Amman di al-Baqa’. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Jumlah cangkir minumnya sebanyak bintang di langit. Barangsiapa minum satu teguk saja darinya, dia tidak akan pernah merasa haus lagi. Kelompok manusia pertama yang mencapainya nanti adalah orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin”. Umar bin al-Khattab bertanya: ‘siapakah mereka itu gerangan wahai Rasulullah?’ dan beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang rambutnya acak-acakan, pakaiannya berdebu, dan tidak menikah dengan wanita tuna susila, dan tidak pernah dibukakan bagi mereka pintu-pintu gerbang”.

Katika mendengar hadis ini, Umar bin Abdul Aziz menyatakan, “Demi Allah! Aku telah kawin dengan wanita tuna susila! Fatimah binti Abdul Malik! Dan portal-portal telah dibukakan orang untukku! Semoga Allah mengasihani diriku! Aku tak punya pilihan lain selain berhenti menggunakan minyak rambut di kepalaku agar rambutku acak-acakan, dan tidak mencuci pakaian yang kukenakan sampai ia menjadi berdebu!”

Abu Dzar berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa cangkir-cangkir Kolam itu? Dan beliau menjawab, ‘Demi Dia yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, cangkir-cangkir-Nya, cangkir-cangkirnya lebih banyak daripada jumlah bintang dan planet di langit pada malam yang gelap dan berawan. Barang siapa minum darinya, dia tidak akan pernah merasa haus lagi. Padanya terdapat pipa-pipa dari Surga yang panjang dan lebarnya seperti jarak yang membentang antara Amman dan al-‘Aqabah. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu”.

Samurah berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki kolam, dan mereka saling berbangga satu sama lain tentang kolam mana yang didatangi oleh jumlah manusia yang paling banyak. Aku berharap bahwa aku akan meraih jumlah pengunjung yang paling banyak”.

Itulah harapan Rasulullah s.a.w. Oleh kerana itu, hendaklah setiap hamba bercita-cita agar termasuk dalam kelompok orang yang mengunjunginya. Hendaklah dia berhati-hati untuk tidak menjadi orang yang hanya berangan-angan dan tertipu, namun seakan merasa memiliki harapan. Sesungguhnya, orang yang pantas mengharapkan hasil panen adalah orang yang menebarkan benih, membersihkan tanah dan menyiraminya, baru setelah itu dia duduk berharap bahwa Tuhan akan menjadikan tenamannya tumbuh dengan rahmat-Nya dan mencegah hama sampai waktu panen tiba. Sedangkan orang yang tidak mau membajak tanahnya, senggan menanam, membersihkan atau mengairi tanahnya, tetapi masih berharap bahwa Allah dengan rahman-Nya akan mengeluarkan benih dan buah, maka dia itu adalah orang yang ditipu oleh angan-angannya, dan sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai orang yang berharap. Namun, justru seperti itulah cara berharap kebanyakan manusia, dan mereka hanyalah orang-orang bodoh yang tertipu. Kita berlindung kepada Allah dari ketertipuan dan kelalaian sebab tertipu oleh angan-angan bahwa kita masih dapat beroleh rahmat Tuhan adalah lebih jelek daripada tertipu oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Allah s.w.t. telah berfirman, “Janganlah kamu tertipu oleh kehidupan dunia ini, dan jangan kamu biarkan si penipu menipumu dari Tuhan”.

Dipetik dari Al-Ghazālī. 1999. Remembrance of Death and the afterlife.

Comments

Popular posts from this blog

Simbol Alif Lām Lām Hā' dalam Ilmu Shuhud

Menyadari Sir Allah dalam Diri

Mengenal Hakikat Diri Manusia (Bagian II)