Bencana Alam bukan Azab Tuhan

Bencana hanya merupakan proses alam, tidak berhubungan dengan azab Tuhan. Ini hanya proses hukum alam yang dialami bumi saja, seperti manusia yang bersin “hazzim!!, hazzim!!”,, karena flu. Hanya seperti itu saja. Maka setuju jika dalam konteks bencana alam hendaklah “jadikan manusia sebagai subjek bencana, bukan objek yang berdosa kemudian diazabkan.”


Dalam kitab suci ada cerita saat manusia membangkang kepada Tuhan kemudian Tuhan menghancurkan seluruh muka bumi. Nah, waktu sekarang ada bencana, para tokoh langsung mengambil template itu.
Biasanya dasar yang dirujuk berkenaan dengan bencana ialah dhahara al-fasad fi al-barr wa al-bahr bimaa kasabat aydinnas, “telah muncul kerusakan di daratan dan lautan karena sebab ulah tangan manusia”. Teks dalil ini benar adanya, tetapi kebanyakan digunakan pada konteks yang tidak tepat, misalnya untuk menjustifikasi terjadinya bencana alam seperti tsunami dan gunung meletus adalah diakibatkan oleh ulah kejahatan tangan-tangan manusia. Padahal bencana fitnah yang memangsa korban tidak pandang bulu itu adalah taqdir Tuhan melalui hukum alam.
Pemahaman seperti itu menyebabkan penderitaan korban bencana yang sedang dialami semakin nelongso karena para Ustaz menganggap mereka diazab oleh Tuhan. Apa kesalahan orang Acheh sehingga harus digulung oleh tsunami? Apa pula kesalahan masyarakat Yogyakarta sehingga harus dhukum dengan awan panas? Padahal masyarakat Yogya sangat beragama. Apa yang salah dengan Mbah Marijan sehingga harus dipanggang seperti sate? Kalau semua ini dibilang azab Tuhan bukankah malah menambah nelongso mereka yang telah menderita?
Perlu dipahami, bahwa bencana alam bukanlah kerusakan (al-fasad). Justru tsunami dan gunug yang meletup adalah akhir dari kerusakan dan awal bagi keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Karena dalam konteks ini, kerusakan sistem sebenarnya telah wujud sebelum bencana alam itu berlaku, yaitu di dalam perut gunung dan di dasar lautan. Oleh karena itu, bencana alam tidak ada kaitannya dengan perilaku manusia di atasnya, karena bukan ulah tangan mereka (kasabat aydinnas) sebagai penyebabnya, tetapi hukum alam, sunnatullah, taqdir Tuhan berlaku sebagai sebab untuk memperbaiki kehidupan makhluknya. Dalam konteks ini, bencana alam adalah sunnatullah yang hanya bisa dielakkan ataupun diharapkan terjadinya melalui inayatullah.
Bencana hanya merupakan proses alam, tidak berhubungan dengan azab Tuhan. Ini hanya proses hokum alam yang dialami bumi saja, seperti manusia yang bersin “hazzim!!, hazzim!!”,, karena flu. Hanya seperti itu saja. Maka setuju jika dalam konteks bencana alam hendaklah “jadikan manusia sebagai subjek bencana, bukan objek yang berdosa kemudian diazabkan.”
Semua itu berlaku karena la haula wa la quwwata illa billah

Ya ya ya
Hidup ini ujian. Ujian ini bisa berupa sesuatu yang disenangi, bisa juga berbentuk sesuatu yang tidak disenangi. Siapa yang menduga bahwa kekayaan dan kesehatan adalah tanda cinta Tuhan? Dia telah keliru. Siapa yang menduga bahwa suatu hal yang terasa negatif adalah tanda benci Tuhan? Itupun dia telah keliru. Allah mengecam kepada orang-orang yang apabila diberi nikmat oleh Tuhan, lantas berkata “saya disenangi Tuhan”, dan kalau Tuhan menguji dia sehingga mempersempit hidupnya, dia lantas berkata “Tuhan membenci saya, Tuhan menghina saya”. Jangan duga, saudara-saudara kita yang meninggal dan ditimpa musibah, dibenci Tuhan. Jangan duga, yang menderita itu dimurkai Tuhan. Jangan duga yang berfoya-foya disenangi Tuhan. “kalla” (tidak). Di sini Allah menggunakan kata bala’ -yang artinya menguji, karena itu jangan cepat-cepat berkata bahwa bencana itu azab Tuhan.
Dulu jaman Nabi, banyak sahabat gugur di medan perang, terluka sekian banyak sahabat Nabi, bahkan Nabipun terluka. Allah swt pasti tidak benci pada Nabi, sehingga beliau terluka. Allah pasti merestui sahabat-sahabat yang gugur itu, walaupun mereka menderita. Ketika itu turun ayat: ”Jangan merasa rendah hati, jangan merasa terhina, jangan larut dalam kesedihan. Kamu adalah orang-orang yang mendapat kedudukan yang tinggi selama kamu beriman”. Di Surat Ali Imran, Allah berfirman, tujuan Allah turunkan cobaan ini adalah supaya Allah mengangkat dari kalangan kamu sebagai syuhada’. Kita bisa berkata bahwa yang gugur mendapatkan bencana ini, disiapkan oleh Tuhan tempat yang tinggi, karena mereka adalah orang-orang mukmin. Dan tujuan Allah turunkan bencana ini adalah supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang benar-benar beriman dan yang tidak. Karena itu jangan menggerutu, karena Allah memberikan tempat yang sebaik-baiknya. Allah berfirman bahwa Allah juga akan membersihkan hati kamu dan menghapus dosa-dosa kamu yang tengah diuji.
Melihat kondisi saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, kita jadi sedih, kita menjadi menangis, tapi agama mengingatkan kita semua bahwa Tuhan punya tujuan. Dalam hidup ini, Allah menciptakan orang-orang untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam sebuah hadits, Allah menciptakan makhluk-makhluk yang ditugaskannya untuk memenuhi kebutuhan makhluknya yang lain. Ada orang-orang kaya yang diberi kekayaan, yang sebenarnya dipilih Allah agar orang-orang itu memberi bantuan kepada orang-orang yang butuh. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang dipilih Allah itu. Ada lagi orang-orang yang diciptakan Allah untuk menjadi alatnya Tuhan untuk mengingatkan orang lain. Para syuhada’ ini adalah alat-alat yang dipilih Allah. Itu sebabnya kita baca di dalam al-Quran ada istilah “ibadullohil mukhlashin”.
Sekarang ini banyak orang yang lengah dan lupa kepada Allah. Memang rutinitas sering menjadikan kita lupa kepada Allah. Karena itu kita perlu diingatkan. Ada orang-orang yang tidak menyadari adanya Allah karena melihat segala sesuatu berjalan harmonis. Tuhan ingin mengingatkan orang-orang tersebut, bahwa jangan duga Allah telah lepas tangan. Diingatkannya manusia melalui bencana. Kalau dulu sekian banyak orang yang lupa Allah, sekarang Dia mengingatkan kita melalui rahmatNya. Itu sebabnya di dalam Al-Quran, disebutkan :”Apakah mereka tidak sadar bahwa setiap tahun Kami mencoba mereka, Kami menurunkan ujian kepada mereka supaya mereka sadar, supaya mereka bertaubat?”.
Jadi sekali lagi, jangan melihat bencana alam sebagai azab Allah. Ini rahmatNya kepada kita yang hidup, supaya kita ingat kepada Allah, supaya lebih dalam lagi solidaritas kita, supaya kita lebih dekat lagi kita kepada Allah, supaya lebih terasa lagi kehadiran Allah. Dan yang gugur, yang luka, yang menderita itu dijadikan oleh Allah sebagai alat-alatNya untuk mengingatkan kita, itulah mereka yang dinamai dengan “Ibadullohil Mukhlashin” atau “hamba-hamba Allah yang terpilih”. Dia pilih orang-orang yang gugur, Dia pilih anak-anak, Dia pilih orang-orang yang tidak berdosa, Dia pilih orang-orang tua, untuk Dia jadikan syuhada, Dia jadikan saksi-saksi, Dia jadikan alat-alatNya. Untuk siapa? Untuk kita yang hidup. Allah tidak menyia-nyiakan mereka. Di dalam hadits, Allah katakan, Seandainya bukan karena anak-anak yang masih menyusu, seandainya bukan karena orang tua yang sedang bungkuk, seandainya bukan karena binatang-binatang, niscaya Allah akan menjatuhkan siksa kepada kamu, siksaan yang luar biasa. Tapi mengapa yang diambil olehNya disana anak-anak, orang tua, binatang? Itu yang menjadikan kita bersangka baik kepada Allah dan menyatakan bahwa ini bukan azab, ini hanya peringatan. Kita terima itu. Peringatan untuk kita yang hidup. Kita tidak perlu larut dalam kesedihan, tetapi kita perlu mengambil pelajaran. Salah satu pelajaran adalah kita lihat di televisi, kita lihat badan-badan mereka yang terpanggang, rupanya begitulah badan kita. Jangan terlalu memberi perhatian kepada badan, namun melupakan ruh. Itu pelajaran yang dapat kita angkat. Jangan menilai orang dari penampilannya. Lihatlah itu semua, dan ingat dalam Al Quran, Allah berulang kali, apakah penduduk negeri itu merasa aman, bahwa peringatan Kami datang secara tiba-tiba ketika mereka sedang bermain-main. Ini yang kita lihat. Ini sebenarnya kiamat kecil, bahkan boleh jadi yang mengalaminya tak menduga itulah kiamat.
Tiba-tiba, begitulah jadinya nanti. Sebenarnya tujuannya adalah untuk kita. Allah merahmati kita dengan memberi peringatan. Belum sampai pada azabNya, dan jangan duga itu azabNya.

Comments

Popular posts from this blog

Simbol Alif Lām Lām Hā' dalam Ilmu Shuhud

Menyadari Sir Allah dalam Diri

Mengenal Hakikat Diri Manusia (Bagian II)