Bala: Kita patut mendapatkannya

Ya Allah jika Engkau menebar beribu balak di hari rabu bulan safar ini maka anugerahkan balak itu sebanyak2nya kepadaku dan mereka yg mencintaiku, tapi ya Allah jangan Kau timpakan balak kpd kami kecuali Engkau beri kami kekuatan ketabahan dan kesabaran sehingga kami lulus menempuh ujianwmu. Amin

Kata bala(k) secara bahasa diartikan sebagai: gerombolan, pasukan (tentera), kemalangan, kegeruhan, kecelakaan, musibah, bencana, dll. Dengan demikian, dalam konteks ini, bala diartikan sebagai kejadian buruk yang berlaku ke atas seseorang atau sesuatu tempat berupa kekecelakaan, bencana alam, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam konteks ini juga, manusia mesti lari untuk menghindari bala itu dengan cara apapun. Antaranya, muncul pelbagai kegiatan ritual amalan tolak bala yang dilakukan baik secara individu maupun bersama-sama dalam satu kelompok dan masa tertentu. Misalnya, pada menjelang musim panen dan malam Rabu terakhir di bulan Safar.

Padahal, dalam bahasa aslinya, bala bermaksud ujian baik dan ujian buruk yang dihadapi seseorang. Bala bisa berupa perkara baik atau sesuatu yang buruk. Jadi, bala bukan hanya bencana saja, tetapi kemewahan hidup pun juga termasuk bala.

Allah berfirman: “Tiap-tiap diri akan merasai mati dan Kami menguji kamu dengan kejahatan dan kebaikan sebagai bala (cobaan), dan kepada Kamilah kamu semua akan dikembalikan” - (al-Anbia’: 35).

Semua bala, adalah datang dari Allah yang diturunkan kepada umat manusia sebagai ujian kenaikan derajat. Mereka yang lulus ujian akan dinaikkan derajat kehidupannya ke derajat yang lebih tinggi (liyabluwakum ayyukum ahsanu ’amala). Sedangkan bagi yang tidak lulus akan tetap diuji sehingga lulus.

Dengan demikian, tindakan represif menolak datangnya bala mestinya tidak perlu dilakukan, ngga perlu upacara dan berdoa tolak bala, tetapi bagaimanapun manusia memang perlu tindakan prefentif agar bala tidak menggoyahkan imannya. Di sini manusia perlu pertolongan Tuhannya agar kuat, tabah, dan sabar dalam menghadapi bala-Nya yang akan selalu ada selama hayat masih di kandung badan.

Imam Ghazali menulis di dalam kitabnya ”Mukasyafah al-Qulub”, ”Sesungguhnya bala merupakan pelita bagi orang 'arif, menyadarkan orang murtad, memperbaiki orang mukmin dan menghancurkan orang yang lupa. Tidak seorang pun akan mendapat manisnya iman sebelum dia ditimpa bala, sehingga rela dan bersabar.”

Setiap orang yang beriman pasti akan menerima bala sebagai cobaan atau ujian. Setiap ujian pasti akan senantiasa kita alami sepanjang hayat, cuma tahap dan bentuknya mungkin berbeda-beda. Sebagaimana yang diriwayatkan dari sebuah hadis: Sa'ad bin Abi Waqqas pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Siapakah orang yang paling berat cobaan-bala-nya?” Jawab baginda, “Antara orang-orang yang paling berat cobaan-bala-nya ialah para Nabi, kemudian mereka yang seumpama dan seterusnya. Seseorang itu diuji sesuai dengan kadar ilmu agamanya. Jika dia mempunyai kekuatan dalam agamanya, maka beratlah ujian yang diterimanya. Sekira agamanya lemah, tentu dia akan diuji sesuai dengan kadar ilmu agamanya. Ujian (bala) akan selalu datang menimpa seorang hamba selagi dia masih berpijak di atas bumi, dan sehingga tiada lagi kesalahan padanya”. (Riwayat Tirmizi)

Akhirnya, jangan lari dari kenyataan, jangan menghindari bala. Kita layak mengharapkan ketibaan bala yang disertai hidayahNya dan menghadapinya dengan syaja’ah (keberanian) dan futuwwah, kesatria. Ujian tidaklah sulit jika kunci jawabannya telah diketahui. Sedangkan kunci jawaban itu adalah hidayahNya yang diberikan mengiringi turunnya bala.

Belajar kepada kupu-kupu

Suatu hari, seseorang mengamati pergerakan seekor (bakal) kupu-kupu yang berusaha keluar melewati lubang kecil dari sebuah kepompong. Setelah sekian lama terus berjuang sampai suatu saat terhenti dan tidak terlihat ada kemajuan sedikitpun, orang tersebut berinisiatif membantunya dengan cara mengoyak kulit kepompong untuk memperlebar jalan keluar kupu-kupu. Sehingga kupu-kupu dapat membebaskan diri dengan mudahnya. Kupu-kupu keluar dengan badan yang menggembung, pendek dan sayapnya yang masih kusut.

Detik demi detik ia cermati dengan penuh harap agar sayap kupu-kupu yang kusut bisa mekar dan mengembang untuk kemudian segera terbang. Lama ditunggu, tidak terjadi juga apa yang ia harapkan. Sang kupu-kupu kebingungan, hanya bisa merayap ke sana kemari dengan tubuh yang masih menggembung dan sayap yang kusut.

Apa yang sebenarnya terjadi? Ternyata di sebalik keinginan baik orang tersebut, ia malah mencelakakan. Ia tidak tahu bahwa perjuangan sang kupu untuk melewati sempitnya lubang kepompong merupakan taqdir Allah swt sebagai jalan untuk menyalurkan cairan dari tubuh kupu-kupu ke dalam sayapnya, sehingga sayap bisa mengembang dan siap untuk terbang. Apa yang ia pandang sebagai kesempitan sebenarnya awal dari keluasan. Apa yang ia lihat sebagai kesulitan sebenarnya adalah pintu kesenangan. Dan, perjuangan merupakan bagian dari kehidupan.

Jika Allah swt membiarkan kita menjalani kehidupan tanpa adanya kesulitan, hal itu akan membuat kita kerdil dan lemah; tidak pernah bisa “terbang”. Kita minta kekuatan… Allah memberikan kesulitan untuk cari jalan keluarnya. Kita minta kearifan-Nya, Allah malah memberikan kita masalah untuk kita selesaikan. Ketika kita meminta kemakmuran, Allah memberikan akal dan kekuatan untuk bekerja. Kita meminta keteguhan hati… Allah memberikan rintangan dan hambatan untuk kita lalui. Kita berharap rasa cinta kasih... dan Allah menghadapkan kita pada orang yang bermasalah yang butuh bantuan kita... Kita mengharap kemurahan-Nya, tapi Allah memberikan kita kesempatan. “Selama ini, kita menerima bukan apa yang kita minta... Tapi Allah telah memberikan apa yang kita perlukan” Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijak atas apa yang kita inginkan.

Comments

Post a Comment

TERIMAKASIH ANDA ANDA TELAH BUAT KOMENTAR DI SINI

Popular posts from this blog

Simbol Alif Lām Lām Hā' dalam Ilmu Shuhud

Menyadari Sir Allah dalam Diri

Mengenal Hakikat Diri Manusia (Bagian II)